top of page
Writer's pictureKABINET SAHABAT BEM FK UNMUL

HARI KESEHATAN NASIONAL - KESEHATAN LANSIA: Diabetes Mellitus

APA ITU LANSIA?

Menurut UU No. 13 Tahun 1998, seseorang dapat dikategorikan sebagai lansia jika seseorang tersebut telah mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia dapat dikategorikan lagi menjadi lanjut usia potensial dan tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.


WHO mengategorikan lansia berdasarkan umur, yakni:

1. Lansia (Orang tua) : 65 tahun

2. Lansia Tua : 80 tahun ke atas


Selain berdasarkan usia WHO juga mengkategorikan lansia berdasarkan kapasitas fisik untuk bekerja

1. Recent Old, lansia yang masih aktif dan menjalani aktivitas normal tanpa bantuan;

2. Old, lansia yang bekerja dengan kesulitan dan aktivitasnya berkurang;

3. Very Old lansia yang tidak dapat beraktivitas sama sekali.


APA ITU KESEHATAN LANSIA?

Lansia merupakan seseorang yang telah dan sedang mengalami penuaan. Penuaan tentu saja harus sehat agar kehidupan dapat berjalan dengan baik. WHO mendefinisikan penuaan yang sehat sebagai proses pengembangan dan mempertahankan kemampuan fungsional yang bertujuan untuk menjaga kesejahteraan di usia senja. Kemampuan yang dimaksud antara lain

1. Kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok

2. Belajar bertumbuh dan membuat keputusan

3. Membangun dan mempertahankan hubungan

4. Memberi kontribusi kepada komunitas

5. Tetap bergerak


BAGAIMANA KESEHATAN LANSIA DI INDONESIA?

Suatu negara disebut memiliki struktur ‘penduduk tua’ apabila proporsi penduduk lanjut usia (usia ≥ 60 tahun) sudah mencapai 10% atau lebih (Aditoemo dan Mujahid, 2014). Indonesia termasuk negara yang akan masuk ke dalam negara berstruktur penduduk tua, karena persentase penduduk lanjut usia (lansia) yang telah mencapai 7,6% dari total penduduk (Sensus Penduduk, BPS 2010) dan diproyeksikan akan meningkat dua kali lipat menjadi 15,77% pada tahun 2035. Peningkatan ini terjadi seiring dengan Angka Harapan Hidup (AHH) Indonesia yang terus meningkat dari 69,8 tahun (2010) dan diproyeksikan menjadi 72,4 pada tahun 2035 (Bappenas, BPS, dan UNFPA, 2013).


GAMBAR 1

ANGKA HARAPAN HIDUP DAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

TAHUN 2010 – 2035




Struktur penduduk yang menua tersebut, selain merupakan salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara nasional (adanya perbaikan gizi, sanitasi, kemajuan teknologi medis, pelayanan kesehatan, dan peningkatan pendidikan), sekaligus juga merupakan tantangan, yakni bagaimana mempertahankan kualitas hidup lansia.


GAMBAR 2

ANGKA HARAPAN HIDUP SEHAT

MENURUT PROVINSI TAHUN 2017




Disamping AHH, kita juga perlu memperhatikan AHH Sehat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2017, angka harapan hidup sehat/Healthy Life Expectancy (HALE) di Indonesia baru mencapai 62,7 tahun, sementara AHH ditahun yang sama sebesar 71,5 tahun. Artinya terdapat gap/ kesenjangan sebesar 8,8 tahun dibanding AHH/LE.


Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lansia. Selain itu proses degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 penyakit yang banyak diderita oleh lansia adalah hipertensi 63.5%, masalah gigi 53.6%, penyakit sendi 18%, masalah mulut 17%, diabetes mellitus 5.7%, penyakit jantung 4.5%, stroke 4.4%, gagal ginjal 0.8% dan kanker 0.4%.


Sementara itu dengan bertambahnya usia, gangguan fungsional akan meningkat dengan ditunjukkan terjadinya disabilitas. Pada Riskesdas 2018, penilaian disabilitas pada lansia dihitung menggunakan skoring dari jawaban dengan memodifikasi Barthel Index. Dilaporkan bahwa sebesar 80,30% lansia pada kelompok usia 60-69 tahun memiliki kemandirian dalam melakukan melakukan aktivitas sehari-hari, sebesar 68,09% pada usia 70-79 tahun, dan hanya sebesar 50,04% pada usia 80 tahun ke atas. Data ini menunjukkan bahwa lansia Indonesia memerlukan ketersediaan pelayanan yang ramah lansia, serta perawat atau pendamping lansia.


Di dalam Susenas dikumpulkan informasi mengenai jenis keluhan kesehatan yang umum seperti pada gambar di bawah ini. Keluhan kesehatan yang paling tinggi adalah jenis keluhan lainnya (32,99%). Jenis keluhan lainnya di antaranya keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes. Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (17,81%) dan pilek (11,75%).


Gambar 3 : Proporsi Penduduk Lansia yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir Tahun 2012

Sumber : Susenas Tahun 2012, Badan Pusat Statistik RI


Penyakit Tidak Menular adalah penyakit degeneratif karena berhubungan dengan proses degenerasi (ketuaan). Selain itu Penyakit Tidak Menular disebut juga new communicable disease karena dianggap dapat menular melalui gaya hidup dimana gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global. Inti atau substansi dalam epidemiologi penyakit tidak menular adalah ditemukannya penyebab dalam hal ini atau yang dipakai adalah istilah ditemukannya faktor resiko sebagai faktor penyebab.


Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif. Untuk laki-laki dengan Lingkar Perut (LP) di atas 90 cm atau perempuan dengan LP di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005).


Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Dari gambar berikut ini tampak bahwa obesitas sentral cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur menurun kembali. Bila kita lihat prevalensi obesitas menjelang lansia sampai lansia (kelompok umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan 75+ tahun), kelompok umur 55-64 tahun yang obesitasnya paling tinggi.


Gambar 4 : Prevalensi Obesitas Sentral pada Penduduk 15 Tahun ke Atas

Sumber : Riskesdas 2007, Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI


Faktor risiko lain yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif adalah merokok. Prevalensi merokok lansia pada kelompok umur 55-64, 65-74 dan 75+ cukup tinggi yaitu di atas 30%, dan paling tinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (37,5%) dengan rerata jumlah batang rokok/hari sebanyak 13 batang rokok.


Gambar 5 : Prevalensi dan Rerata Jumlah Batang Rokok yang Diisap Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas menurut Karakteristik Responden Riskesdas 2007

Sumber : Riskesdas 2007, Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI


Penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.


Berdasarkan laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 (rumah sakit yang mengirim laporan untuk rawat jalan (RL2B) adalah 41,05% dari total jumlah RS yang teregistrasi dalam SIRS), 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh penyakit rawat jalan pada kelompok usia 45-64 tahun dan 65+ tahun yang paling tingggi adalah hipertensi esensial sedang sebab sakit lainnya hampir sama kecuali pada kelompok umur 45-64 tahun terdapat gangguan refraksi, penyakit kulit dan pulpa sedangkan pada kelompok umur >65 tahun terdapat katarak, penunjang sarana kesehatan dan penyakit jantung iskemik lainnya dengan persentase terhadap penyakit rawat jalan dapat dilihat pada gambar berikut ini.


Gambar 19 : Peringkat 10 Besar Penyakit Penyebab Rawat Jalan terhadap Seluruh Penyakit Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit, Indonesia Tahun 2010

Sumber : Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2011, Ditjen Bina Upaya Kesehatan, KemenkeRI


BAGAIMANA CARA MENCEGAH PENYAKIT PADA LANSIA?

Menua secara fisiologis ditandai dengan semakin menghilangnya fungsi dari banyak organ tubuh. Bersamaan dengan itu meningkat pula insiden penyakit seperti coronary arterial disease (CAD), penyakit-penyakit serebrovaskular, penyakit ginjal dan paru. Hal ini akan menyebabkan semakin cepatnya tubuh kehilangan fungsi-fungsi organnya.


Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah, menunda, atau menemukan dan mengenali secara dini berbagai penyakit atau gangguan kesehatan, serta mengatasi penyakit-penyakit yang muncul untuk mencegah komplikasi. Upaya tersebut disebut pencegahan primer, sekunder, dan tersier.


Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk menghindari atau menunda munculnya penyakit atau gangguan kesehatan. Dalam cara mencegah terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) adalah dengan stop merokok pada saat usia muda, menjaga pola makan serta tetap hidup sehat latiham jasmani yang bersifat aerobik, menjaga kadar kolestrol dan menghindari mekanan yang memicu terjadunya peningkatan kolestrol, pelihara berat badan ideal agar tetap sehat dan bugar, kurangi beban saat kerja dan hindari stree yang belebihan.


Penyakit kanker memang bisa menyerang kalangan usia berapa saja, tetapi ada beberapa orang yang terkena kanker pada saat sudah menginjak usia tua atau lansia, penyakit kanker dapat dipicu dari beberapa faktor diantaranya adalah menjadi perokok aktif maupun pasif, untuk itu maka disarankan bagi perokok untuk berhenti pada saat usia muda sebelum terlambat dan jauhi asap rokok karena dapat mempengaruhi kerja paru-paru.


Pencegahan osteoporosis juga dapat dilakukan dari usia muda dengan cara mengonsumsi kalsium dari makanan sehari- hari atau susu serta di anjurkan untuk meminum suplemen vitamin. Untuk tetap sehat tanpa merasakan penyakit di usia tua dapat melakukan latihan jasmami yang teratur dan berirama.


Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk deteksi dini adanya penyakit atau gangguan kesehatan agar dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin pula. Kanker: pemeriksaan pap smear setiap 1-3 tahun, pemeriksaan payudara sendiri (sarari), setiap bulan setelah selesai menstruasi, dan pemeriksaan payudara oleh dokter setiap tahun setelah usia 40 tahun, mamografi setiap tahun setelah usia 40 tahun. Pemeriksaan rektal (colok dubur) setiap tahun pada orang dewasa setelah usia 40 tahun. Endoskopi pada semua usia lanjut setelah usia 50 tahun, setiap 5 tahun. Pemeriksaan pemeriksaan PSA setiap tahun antara 50 sampai dengan 70 tahun. Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun. Pemeriksaan rutin kimia darah, darah perifer lengkap, dan pemeriksaan urin lengkap. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG): berikan 1 kopi hasil EKG tersebut kepada pasien. Manakala pasien mengalami masalah jantung (nyeri dada), hasil EKG tersebut dapat diberikan ke dokter yang melayaninya untuk digunakan oleh sang dokter dalam membuat penilaian klinis. Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan penapisan glaukona setiap 1-3 tahun setelah usia 50 tahun. Evaluasi fungsi pendengaran setiap 3 tahun setelah berusia 50 tahun. Pengkajian fungsi fisik dan mental.


Pencegahan Tersier

Pengelolaan penyakit atau gangguan kesehatan secara seksama harus dilakukan. Diperlukan kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau penyulit.


Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan bisa seumur hidup. Tidak jarang pasien merasa bosan dan akhirnya menghentikan pengobatannya sehingga penyakit menjadi tidak terkendali dan kemudian timbul berbagai komplikasi yang tidak jarang sampai mengancam nyawa.


Tips untuk Tetap Sehat di Masa Tua

Berikut ini beberapa tips untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik dan sehat bagi para lansia:

  • Dianjurkan untuk selalu mengkonsumsi makanan padat gizi sesuai kebutuhan. Anda dapat berkonsultasi dengan ahli gizi untuk mendapatkan pola makan dan komposisi makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan anda. Sesuaikan komposisi makan dengan aktivitas dan kegiatan agar tidak berlebihan yang bisa memicu kegemukan (menjadi faktor risiko berbagai penyakit) dan juga tidak kekurangan.

  • Pertahankan berat badan anda tetap ideal.

  • Tetap lakukan aktivitas fisik dan olahraga sesuai kemampuan, seperti berjalan, lari, berenang, dansa, bersepeda atau senam.

  • Kurangi stres (tingkatkan rasa percaya diri, selalu berfikir positif, atur waktu anda dengan baik, ketahui keterbatasan anda, hilangkan ketegangan, dan berbuatlah sesuatu yang positif).

  • Untuk para wanita, konsultasikan dengan dokter anda terlebih dahulu untuk menggunakan terapi hormon pengganti. Mintalah dokter anda menjelaskan keuntungan dan risiko menggunakan hormon tersebut.

  • Bagi anda yang merokok, sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter untuk membuat program dan strategi agar anda dapat berhenti merokok.

  • Selalu menjaga dan melindungi diri agar terhindar dari kecelakaan. Tidak dianjurkan untuk bepergian seorang diri terutama bagi anda yang sudah memiliki gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dan pendengaran.

  • Dianjurkan untuk selalu menikmati kehidupan sex anda. Pelajari dan ketahui cara serta strategi baru untuk meningkatkan kehidupan sex anda.

  • Pergunakanlah kaca mata dan alat bantu pendengaran jika anda memerlukannya. Hal tersebut diperlukan agar anda dapat lebih jelas melihat dan mendengar segala sesuatu dalam kehidupan anda.

  • Rawatlah gigi anda, gunakan gigi palsu jika anda memerlukannya.

  • Selalu waspada dengan segala gejala penyakit dan berobatlah untuk mendapatkan diagnosis dengan pasti.

  • Gunakan obat-obatan hanya dengan resep dokter. Sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu jika ingin mengkonsumsi suplemen atau obat herbal.

  • Dianjurkan untuk mengontrol tekanan dengan melakukan aktivitas dan berteman. Jika anda merasa depresi cobalah untuk berkonsultasi dengan dokter anda.

  • Minum 6-8 gelas air putih setiap hari.

  • Latihlah kemampuan mental anda. Anda dapat melatihnya dengan memecahkan soal-soal matematika, mengisi teka-teki silang, main kartu atau permainan lain, membaca, menulis, berkhayal, dan menciptakan sesuatu.

  • Rencanakan keuangan anda untuk menjamin keamanan hari tua anda selanjutnya.

  • Terimalah segala perubahan yang terjadi pada diri anda. Selalu berusaha untuk bangkit dari setiap kehilangan, carilah teman-teman baru.

  • Tingkatkan keimanan dan ibadah anda. Buatlah hidup menjadi lebih berarti dengan melakukan aktivitas keagamaan dan sosial.

  • Dianjurkan agar sering ke luar rumah untuk berjemur sinar matahari dan mendapatkan udara segar jika memungkinkan. Berjemurlah selama 15 menit di pagi hari untuk mendapatkan cukup vitamin D dari sinar matahari.

  • Tetaplah aktif secara sosial, bermasyarakat dan lakukan kegiatan-kegiatan sosial, hal ini tidak hanya menguntungkan fisik tapi juga mental, seperti menimbulkan rasa gembira dan merangsang stimulus otak.

  • Kembangkan hobi, luangkan waktu bersama cucu-cucu anda, jika memungkinkan lakukan perjalanan dan tamasya, atau berkebun.

  • Nikmati setiap waktu dari kehidupan anda.

  • Melakukan pemeriksaan berkala sejak berusia 40 tahun, terutama jika memiliki faktor risiko penyakit tertentu dari keluarganya.

Tips Menu Sehat Untuk Lansia

Nutrisi yang baik salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan agar tetap sehat di usia baya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menu bagi lansia adalah :

  • Membuat masakan dengan bumbu yang tidak merangsang seperti pedas, atau asam karena dapat mengganggu kesehatan lambung dan alat pencernaan. Mengurangi pemakaian garam yakni tidak lebih dari 4 gram perhari untuk mengurangi risiko tekanan darah tinggi.

  • Mengurangi santan, daging yang berlemak dan minyak agar kolesterol darah tidak tinggi. Memperbanyak makanan yang berkalsium tinggi seperti susu dan ikan. Pada lanjut usia khususnya ibu-ibu yang menopause sangat perlu mengonsumsi kalsium untuk mengurangi risiko keropos tulang.

  • Memperbanyak makanan serat, sayuran mentah agar pencernaan lancar dan tidak sembelit.

  • Menggurangi mengonsumsi gula dan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi agar gula darah normal khususnya bagi penderita kencing manis agar tidak terjadi komplikasi lain.

  • Menggunakan sedikit minyak untuk menumis dan kurangi makanan yang digoreng. Memperbanyak makanan yang diolah dengan dipanggang atau direbus karena makanan mudah dicerna.

  • Membuat masakan agar lunak dan mudah dikunyah sehingga kesehatan gigi terjaga.

Salah satu upaya untuk menjaga, meningkatkan kesehatan dan kesegaran jasmani bagi lansia (lanjut usia) adalah dengan melakukan olahraga. Olahraga bagi lansia bila dilakukan dengan terprogram akan mcmpunyai beberapa manfaat, diantaranya adalah unmk mempertahankan kesehatan, meningkatkan kekuatan otot jantung, meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, menurunkan kadar lemak, menguatkan otot-otot tubuh, mengurangi stress dan ketegangan batin, meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Apabila latihan olahraga tidak tepat akan menimbulkan risiko yang lebih berbahaya.


Dalam memperlambat terjadinya gangguan dan penurunan, terutama ukuran dan kekuatan otot salah satunya dengan latihan penguatan secara teratur. Program latihan penguatan dapat menggand sejumlah besar otot yang berkurang. Untuk latihan penguatan yang aman dan produktif perlu persiapan dan menjalankan setiap sesi 1. Pada saat ini banyak lansia (lanjut usia) yang melakukan olahraga (aktivitas jasmani), baik secara perorangan maupun kelompok. Olahraga yang dilakukan biasanya jalan kaki, jogging, senam, berenang, bersepeda, dan lain sebagainya. Tujuan para lansia melakukan olahraga ada bermacam-macam, misainya unmk menjaga kesehatan, menjaga dan meningkatkan kebugaran baik fisik maupun mental, kesenangan dan lain sebagainya.


Lansia di Indonesia tidak semuanya dapat melakukan olahraga, karena terhambat berbagai keterbatasan. Di samping itu jumlah lansia yang setiap tahunnya mengalami peningkatan memerlukan pelayanan yang lebih baik, terutama dari keluarga maupun pemerintah.


Manfaat Olahraga bagi Lansia Masalah yang dihadapi para lansia adalah penurunan organ secara sistemik, seperti penurunan fungsi ginjal, fungsi janmng, mata maupun fungsi kognitif (intelekmal), yang harus diperhatikan sebelum merencanakan diet dan olahraga yang sesuai. Perubahan perubahan tersebut menurut jeffry Tenggara (2009: 3-4) dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Jantung

Jantung adalah organ maskular (sebagian besar adalah otot) yang berperan dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung yang mengalami beban berat secara kronik akibat penyakit akan mengalami pembesaran otot. Berbeda dengan otot bisep yang bisa dilatih hingga membesar dan bertambah kuat, pembesaran otot jantung akan mengakibatkan kelelahan otot dan failure dalam memompa darah. Apabila hal ini telah mencapai batas ambang yang dapat ditoleransi akan menimbulkan keluhan seperti lelah, sesak nafas, dan pada kondisi berat dapat terjadi henti jantung.


2. Ginjal

Ginjal adalah organ yang memiUki fungsi utama untuk menyaring darah dan membuang racun hasil metabolisme maupun racun yang kita konsumsi secara tidak sengaja. Pada lansia sehat, ginjal akan tetap berfungsi baik. Namun bila ginjal mengalami kerusakan yang diakibatkan terutama oleh hipertensi, kencing manis, infeksi berulang, atau batu ginjal, akan terjadi perubahan dalam struktur dan fungsinya. Jaringan parut akan menumpuk sebagai respon dari pcrbaikan kerusakan, sehingga filter yang ada akan tidak berfungsi baik. Aldbat dari gagal ginjal adalah sesak, muntah hebat hingga kejang yang mengharuskan untuk dilakukan cuci darah.


3. Kognitif otak

Pada lansia, umum (namun tidak selalu) terjadi penurunan fungsi intelektual/kognitif. Penyakit yang sering kita lihat adalah Kepikunan/Demensia, Parkinsonisme. Stroke dengan berbagai gejalanya. Beberapa kondisi di atas memang dapat dicegah dan salah satunya adalah dengan latihan fisik teratur.


4. Gangguan penglihatan dan pendengaran.

Pada lansia beberapa penyakit yang sering dijumpai adalah katarak, gangguan retina karena kencing manis dan hipertensi. Penurunan fungsi mata dan telinga harus diperhatikan dalam merencanakan olahraga, karena akan berpengaruh dalam sistem keseimbangan dan resiko jatuh pada lansia. Gangguan atau penurunan fungsi organ di atas harus terlebih dahulu dimengerti dan disesuaikan untuk merencanakan latihan fisik pada lansia. Latihan yang salah atau tidak tepat akan menimbulkan risiko yang lebih berbahaya, namun dengan latihan yang tepat, manfaat latihan bagi lansia akan juga sangat signifikan.


Angga (2010: 1) menyatakan bahwa adakalanya pada usia lanjut seseorang menderita penyakit tertenm. Ini tak berarti dia tidak boleh berolahraga. Pada umumnya dia dapat melanjutkan kebiasaan berolahraga, hanya dia perlu membicarakan dengan dokternya, apakah olahraga yang dipihhnya cocok dan tidak mempengaruhi penyakimya. Pada beberapa penyakit pemilihan olahraga disesuaikan penyakitnya. Pada radang sendi, misainya olahraga terlalu banyak menggerakkan sendi mungkin akan menimbulkan rasa nyeri. Namun sendi yang meradang juga tak boleh dibiarkan tak bergerak karena dapat menimbulkan sendi menjadi kaku. Salah satu pilihan yang cukup baik untuk penderita radang sendi kronik adalah berenang.


Pada penyakit jantung koroner, dokter akan menganjurkan olahraga sesuai dengan keadaan pasien. Biasanya olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang bersifat aerobik. Jenis olahraga aerobik di antaranya adalah jalan kaki, bersepeda, dansa, berenang, dan golf. Pada penderita penyakit paru obstruktif menahun olahraga juga bermanfaat. Olahraga pada penderita penyakit paru obstruktif menahun dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Pada umumnya lansia dapat tetap berolahraga, memang ada beberapa penyakit yang mengharuskan penderita istirahat total di tempat ridur, misainya penyakit infark jantung akut. Namun biasanya istirahat total ini hanya beberapa hari. Secara bertahap penderita akan dilatih mobilisasi dan kemudian akan dianjurkan untuk berolahraga ringan (Angga, 2010: 1-2).


Manfaat olahraga untuk lansia menurut Angga (2010: 2) adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kekuatan otot jantung, memperkecil resiko serangan jantung.

2) Melancarkan sirkulasi darah dalam mbuh, sehingga menurunkan tekanan darah dan menghindari penyakit tekanan darah tinggi.

3) Menurunkan kadar lemak dalam tubuh, sehingga mem-banm mengurangi berat badan yang berlebih dan terhindar dari obesitas.

4) Menguatkan otot-otot tubuh, sehingga otot tubuh men-jadi lentur dan terhindar dari penyakit rematik.

5) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga ter-hindar dari penyakit-penyakit yang menyerang kaum lansia.

6) Mengurangi stress dan ketegangan pikiran.

7) Latihan atau olahraga dengan intensitas sedang dapat memberikan keunmngan bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain status kardiovaskuler, resiko fraktur, abilitas fungsional dan proses mental.

8) Latihan menahan beban {might bearing exerase) yang intensif, misainya berjalan adalah yang paling aman, murah dan paling mudah serta sangat bermanfaat bagi sebagian besar lansia.


Menurut Akhmadi (2008: 1-2) agar lanjut usia tetap sehat, bahagia, berguna dan berkualitas, maka beberapa hal harus diperhatikan. Ada sebuah singkatan yang sangat baik yang menggambarkan kunci menuju lansia yang sehat adalah B-A-H-A-G-I-A. Kata tersebut mengandung makna yang sangat dalam unmk menjaga tubuh agar tetap sehat dan berguna, sedangkan kepanjangan dari B-A-H-A-G-I-A adalah B= Berat Badan, A= Amarah, H= Hindari, A= Agar, G= Gairah, I= Ikuti, dan A= Awasi. Adapun penjabaran dari dalam huruf yang terkandung di dalamnya secara rinci adalah sebagai berikut:


1. Huruf B yang mengandung makna Berat Badan (BB) berlebihan supaya dihindarkan. Agar berat badan dapat dikontrol dengan baik, maka minimal lansia dapat mengontrol sekali sebulan di posyandu setempat.


2. Huruf A aturlah makan yang sesuai kebutuhan tubuh.

Makanlah makanan dengan gizi yang seimbang yaitu zat gizi yang sesuai tubuh lansia. Mengurangi konsumsi lemak adalah salah satu tindakan yang penting. Langkah tersebut juga akan membantu mengurangi pemasukan kalori.


3. Huruf H yaitu hindari faktor-faktor resiko penyakit jantung iskemik/koroner.

Ada beberapa faktor yang yang diduga sebagai penyebab dari gangguan penyakit jantung, yaitu: merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinngi, penyakit gula, kegemukan, kurang gerak fisik, dan tekanan batin.


4. Huruf A yaitu agar terus merasa berguna dengan mempunyai kegiatan/hobi yang bermanfaat. Untuk mengisi waktu luang bagi lansia alangkah baiknya kalau menyalurkan hobi, seperti ketika waktu masih muda. Salurkan hobi tersebut pada hal-hal yang menyehatkan dan bermanfaat.


5. Huruf G yaitu gairah hidup akan semarak jika kegiatan tersebut dilakukan bersama. Untuk dapat hidup bergairah dan bersemangat, maka kondisi tubuh agar tetap fit dan sehat. Agar tubuh fit dan sehat, lakukanlah olahraga yang ringan tetapi teratur. Berikut ini ada beberapa alasan agar kita berolahraga. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan risiko terkena penyakit Jantung, Stroke/lumpuh, Diabetes, Darah tinggi, dan Osteoporosis/rapuh tulang. Namun demikian, minta petunjuk dokter sebelum anda mulai menjalankan program olahraga anda. Olahraga bersifat aerobik cenderung memberi keuntungan yang terbesar, namun beberapa diantaranya, seperd jogging sering terlalu berat untuk persendian bagi orang yang mulai lansia. Tetapi ada beberapa jenis olahraga yang mengunmngkan namun tidak terlalu sulit untuk dikerjakan oleh lansia. Olahraga tersebut antara lain: berenang, berjalan, senam. Olahraga yang baik dapat mempengaruhi sebagai berikut:


· Memperlambat proses degenerasi karena perubahan lansia.

· Mempermudah kesehatan jasmani dalam kehidupan.

· Berfungsi melindungi, yaitu memperbaiki tenaga cadangan ketika sakit.


6. Huruf I yaitu ikuti nasehat dokter dan hindari situasi tegang. Saran-saran yang dapat diberikan oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lainnya adalah:


· Berolahraga teratur agar tetap sehat dan bugar.

· Makan makanan yang banyak mengandung serat.

· Makan buah-buahan tetapi batasi untuk mengkon-sumsi buah apukat, sawo, pisang, durian, karena mengandung kalori yang tinngi.

· Biasakan makan pagi.

· Hindari tekanan badan yang tidak perlu.


7. Huruf A yaitu awasi kesehatan dengan memeriksakan badan secara teratur. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan konsultasi mcrupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Dengan pemeriksaan berkala dapat terdeteksinya penyakit sedini mungkin, sehingga mengurangi faktor resiko yang berat. Rahasia lain agar tetap sehat dan prima menurut Akhmadi (2008: 3) adalah olahraga mental yaitu memberdayakan pikiran sama pendngnya dengan olahraga fisik. Menumt Jeffry Tenggara (2009: 2-3) aktivitas fisik secara rutin memiliki dampak yang baik unmk meningkatkan kesehatan lansia, namun aktivitas fisik yang salah akan menimbulkan risiko lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Adapun lansia yang sehat masih terjadi penurunan kadar massa otot hingga 40% dan digantikan oleh jaringan lemak. Selain terjadi penurunan secara kuantitadf dari massa otot, kualitas kekuatan otot yang ada juga turun. Perubahan lain dalam sistem muskuloskeletal pada lansia juga mencakup pembahan kekuatan dan komposisi mlang. Kehilangan massa tulang adalali gaiiibaran khas lansia sebagai akibat kehilangan mineral tulang, pembahan sistem hormonal, penumnan aktivitas dan kurangnya paparan sinar matahari.


Andriewongso (2008: 1) menyatakan bahwa olahraga sangat penting unmk menjaga kesehatan. Dengan berolahraga meski itu hanya jalan kaki santai bisa mencegah beragam penyakit bahkan kepikunan. Bagi mereka yang rajin berolahraga di hari manya akan menikmati efek awet muda sekaligus awet sehat.


HIDUP SEHAT USIA LANJUT

Normalnya, saat seseorang memasuki usia lanjut, keadaan fungsi tubuh akan menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya usia, maka komponen tubuh tidak akan bekerja semaksimal usia muda. Selain itu, menurunnya kinerja system imun tubuh membuat lansia rentan terkena penyakit di usia senja. Keadaan ini dapat diperparah dengan pola hidup tidak sehat dan bersih yang membuat risiko lansia terkena penyakit usia lanjut semakin meningkat. Oleh karena itu, penting sekali penerapan pola hidup sehat dan pada lansia.


1. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa


2. Lakukan pemeriksaan Kesehatan secara teratur, sekurang-kurangnya 1 tahun sekali, untuk deteksi dini terhadap penyakit kronis, dan gunakan obat-obatan sesuai sesuai anjuran petugas Kesehatan.


3. Pengaturan gizi/diet seimbang

a. Makanlah beranekaragam makanan

b. Diet sesuai kebutuhan gizi yang dianjurkan sesuai kondisi Kesehatan, meliputi sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

c. Makanan pokok sebagai sumber karbohidrat digunakan sebagai energi seperti nasi (beras merah tumbuk, beras putih dll), jagung, ubi, singkong, sagu, kentang, talas, sukun, bihun,mie, roti gandum dan havermut)

d. Lauk pauk sebagai sumber protein, lemak dan mineral.

1. Sumber makanan hewani : ikan (dianjurkan ikan teri, ikan kembung basah dan segar dll), daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak, telur dan susu rendah lemak dan lainnya.

2. Sumber makanan nabati : tempe, tahu dan kacang kacangan serta olahannya.

e. Banyak makan sayur dan buah guna memenuhi kebutuhan vitamin, mineral, dan serat.

1. Sayuran berwarna sebagai sumber vitamin dan mineral serta serat seperti bayam, kangkung, wortel, brokoli, labu kuning, labu siam, dan lalapan dan sayuran segar lainnya

2. Buah berwarna : pepaya, pisang, jeruk manis, alpukat, apel, dll


f. Banyak konsumsi makanan sumber kalsium, seperti ikan segar, ikan teri segar, sayur hijau (bayam, brokoli, sawi hijau, daun singkong, daun pakis/paku, dll), buah (jeruk, pisang, jambu biji, papaya, mangga, apel merah, alpukat, strawberry, buah naga, dll), kacang kedelai dan susu tinggi kalsium.


g. Makanan sumber zat besi seperti hati sapi, hati ayam, daging ayam, daging sapi, sayuran berwarna hijau (bayam) dan kacang kacangan.


h. Minum air putih minimal 8 gelas (2 liter) per hari.


i. Konsumsi Gula, Garam dan Lemak (GGL) dalam pengolahan makanan sehari adalah sesuai dengan anjuran (G4G1L5), yang artinya:

1. Konsumsi Gula maksimum 4 sendok makan (50 gram/hari)

2. Konsumsi Garam maksimum 1 sendok teh (2 gram/hari )

3. Konsumsi Lemak maksimum 5 sendok makan minyak sayur (67 gram/hari)


j. Anjuran konsumsi makanan sumber natrium : makanan yang diawetkan seperti ikan dan daging kalengan, minuman berkarbonasi/bersoda.

4. Memelihara kebersihan tubuh secara teratur (mandi 2x sehari dengan sabun mandi), dan gunakan pakaian serta alas kaki yang nyaman dan aman.

5. Memelihara kebersihan gigi dan mulut (menggosok gigi 2x sehari), apabila menggunakan gigi palsu lepas dan bersihkan setiap hari.

6. Biasakan melakukan :

a. Aktivitas fisik ringan (berjalan, menyapu, mencuci, dsb)

b. Latihan fisik (senam, berjalan, berenang, dsb). Sekurang-kurangnya 30 menit per hari 3 kali seminggu.

7. Jauhi asap rokok dan zat adiktif lainnya (tidak merokok, minuman keras, ganja)

8. Kembangkan hobi sesuai dengan kemampuan seperti:

a. Merangkai bunga/berkebun

b. Melukis

c. Berdansa

d. Memasak

e. Merajut

f. Melakukan rekreasi aman dan nyaman (wisata, nonton film, dll)

9. Istirahat yang cukup dan kelola stress dengan baik

10. Terus melakukan kegiatan mengasah otak seperti bermain catur, mengisi teka-teki silang, membaca buku, menari, bermain musik, bercerita, bersosialisasi, dll.


BAGAIMANA CARA MENCEGAH DAN MENGENDALIKAN BEBERAPA PENYAKIT YANG TERJADI PADA LANSIA?

Proses pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit tidak menular:

I. Pertama, membangun kepercayaan masyarakat melalui pertemuan dengan tokoh masyarakat dalam hal ini adalah ketua RW dan ketua RT serta kader kesehatan yang membahas tentang masalah kesehatan khususnya penyakit tidak menular, kemudian melakukan diskusi yang bertujuan untuk menggali kegiatan yang sudah dilakukan oleh warga yang berkaitan dengan pencegahan penyakit tidak menular dan merencanakan kegiatan untuk menjamin keberlangsungan kegiatan kedepan secara bersama-sama.

II. Kedua, meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pertemuan kader kesehatan. Dari hasil FGD didapat informasi mengenai persepsi dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tidak menular dan cara pencegahannya. Selanjutnya dari kegiatan tersebut diperoleh rekomendasi untuk dilakukan kegiatan penyuluhan kesehatan pada kelompok masyarakat tentang penyakit tidak menular dan pencegahannya.

III. Ketiga, pengembangan program promosi kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui koordinasi dengan ketua RW, ketua RT dan kader kesehatan untuk menentukan hari pelaksanaan program dan sumber daya yang dibutuhkan serta rencana pembuatan media promosi kesehatan berupa poster dan leaflet tentang pencegahan penyakit tidak menular.

IV. Keempat, pengorganisasian masyarakat : mengorganisasikan kegiatan bersama masyarakat tentang strategi untuk penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular dalam hal ini telah dilakukan kegiatan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan penyakit tidak menular melalui perilaku “CERDIK” yang merupakan akronim dari cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup dan kelola stres.


Kegiatan penyuluhan dilakukan bersamaan dengan kegiatan warga seperti posyandu lansia dan posyandu balita di rumah ibu Dukuh. Kemudian dilakukan pemasangan poster tentang pencegahan penyakit tidak menular dan pembagian leaflet kepada lansia dan keluarganya. Poster dan leaflet digunakan sebagai pengingat kepada masyarakat untuk selalu membiasakan perilaku CERDIK dalam kehidupan sehari-hari. Kelima, adalah inisisasi untuk pemeliharaan program (initiation of maintenance) pelaksanaan program pencegahan faktor risiko penyakit tidak menular dengan melibatkan masyarakat sejak awal perencanaan program sampai pelaksanaan program. Peneliti berusaha mendorong masyarakat untuk terus melakukan kegiatan yang sudah ada karena kegiatan tersebut sangat mendukung program pencegahan penyakit tidak menular seperti senam aerobik. Keberlangsungan program pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan penyakit tidak dapat terjaga dengan adanya pertemuan rutin kader kesehatan yang dilakukan setiap bulan. Dalam pertemuan tersebut koordinator kader kesehatan kesehatan selalu mengingat untuk terus mempraktekkan perilaku “CERDIK”.


Pencegahan

1. Pencegahan dan pengendalian penyakit kardiovaskuler. Solusi untuk penyakit kardiovaskuler adalah dengan diet makanan yang sehat dan meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok, dan mengetahui kemungkinan risiko.


2. Pencegahan dan pengendalian kanker Strategi kunci untuk pencegahan kanker adalah dengan mengontrol merokok, promosi makanan sehat dan aktivitas fisik yang cukup, proteksi terhadap agen infeksi seperti dengan melakukan vaksinasi, mencegah konsumsi alkohol yang berlebihan, dan menggurangi paparan terahap radiasi dan agen karsinogenik lain, serta proteksi diri.


3. Pencegahan dan pengendalian penyakit pernapasan kronis Fokus pencegahan pada penyakit pernapasan kronis adalah pencegahan merokok, deteksi dini penyakit paru yang berhubungan dengan paparan, pengaturan diet dan nutrisi, memperhatikan kualitas udara yang dihirup, dan memperhatikan kualitas pernapasan pada awal-awal kehidupan.


4. Kontrol diabetes mellitus Untuk membantu mencegah diabetes mellitus tipe 2 dan komplikasinya, dilakukan dengan cara mencapai dan mempertahan kan berat badan yang ideal, melakukan aktivitas fisik yang cukup, deteksi dini, pengobatan, dan menghentikan rokok. Pengendalian diabetes dilakukan dengan memberikan insulin, mengontrol tekanan darah, merawat kaki apabila telah terjadi komplikasi, skrining dan pengobatan retinopati, mengontrol kadar lipid darah.

Pengetahuan tentang faktor risiko menggambarkan lebih lengkap transisi epidemiologi dan bagaimana untuk mengurangi faktor risiko di semua tingkat pembangunan negara dengan penggunaan berbagai strategis. Meskipun perilaku individu merupakan faktor penting dalam pola pengendalian faktor risiko untuk penyakit menular, upaya untuk mengurangi merokok, konsumsi alkohol, konsumsi makanan yang mengandung lemak trans, dan konsumsi garam menunjukkan bahwa terdapat ruang melalui perumusan kebijakan dan implementasi.


WHO mengusulkan beberapa intervensi untuk mencegah dan mengontrol penyakit tidak menular, seperti untuk peningkatan pajak tembakau dan alkohol, tempat kerja dan publik harus bebas dari asap rokok, memberi informasi kesehatan dan peringatan, larangan klan rokok, promosi, dan sponsorships, akses terbatas untuk alkohol, melarang iklan alkohol, mengurangi asupan garam dalam makanan, penggantian lemak trans dengan lemak tidak jenuh ganda, dan menyadarkan public melalui media massa tentang diet dan aktivitas fisik.


Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Berdasarkan profil WHO, terdapat empat penyakit tidak menular utama yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia, yaitu (1) penyakit kardiovaskuler; (2) kanker; (3) penyakit pernapasan kronis; dan (4) diabetes mellitus. Penyakit tidak menular erat kaitannya dengan faktor lingkungan, khususnya faktor perilaku.


Terdapat empat faktor perilaku utama yang berpengaruh pada penyakit tidak menular, yaitu (1) merokok; (2) konsumsi alkohol berlebihan; (3) pola makan yang buruk; dan (4) kurangnya aktivitas fisik. Pencegahan dan kontrol penyakit tidak menular dilakukan dengan (1) pencegahan dan pengendalian penyakit kardiovaskuler; (2) pencegahan dan pengendalian kanker; (3) pencegahan dan pengendalian penyakit pernapasan kronis; dan (4) kontrol diabetes mellitus.


DIABETES


DEFINISI

Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.


EPIDEMIOLOGI

Diabetes dapat dibagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya yaitu diabetes mellitus dan diabetes insipidus. Diabetes insipidus disebabkan kurangnya antidiuretik hormone sehingga terjadi gangguan garam dan metabolisme air yang ditandai dengan peningkatan frekuensi buang air kecil dan haus teramat sangat. Sedangkan diabetes mellitus disebabkan kurangnya efektivitas penggunaan hormon insulin baik karena kurangnya jumlah maupun sensitivitas jaringan terhadap insulin sehingga terjadi peningkatan gula dalam darah. Diabetes mellitus sendiri dapat dibagi menjadi tipe 1 dan tipe 2 berdasarkan mekanisme penyakitnya.

Pada pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada diabetes mellitus. Menurut Infodatin Hari Diabetes Sedunia tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, Diabetes adalah salah satu dari 4 penyakit tidak menular yang menjadi prioritas. Hal ini sejalan dengan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 yaitu mengurangi angka kematian akibat penyakit tidak menular (termasuk diabetes) sepertiganya, agar dapat mencapai Universal Health Coverage (UHC) melalui penyediaan akses obat obatan esensial yang terjangkau pada tahun 2030.


Terdapat 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Angka ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup zaman millennial yang menyebabkan peningkatan faktor resiko salah satunya adalah obesitas dimana saat ini terdapat banyak varian makanan dan minuman yang sangat manis disertai berbagai perkembangan teknologi yang mempermudah aktivitas manusia sehingga olahraga menjadi hal yang memerlukan kesadaran individu tersebut untuk melaksanakannya. WHO memperkirakan bahwa, secara global, 422 juta orang dewasa berusia di atas 18 tahun hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Jumlah terbesar orang dengan diabetes diperkirakan berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik Barat, terhitung sekitar setengah kasus diabetes di dunia. Di seluruh dunia, jumlah penderita diabetes telah meningkat secara substansial antara tahun 1980 dan 2014, meningkat dari 108 juta menjadi 422 juta atau sekitar empat kali lipat.


Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥ 15 tahun yang terendah terdapat di Provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi DM tertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%. Prevalensi DM semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sedikit lebih rendah dibandingkan prevalensi DM pada usia ≥15 tahun, yaitu sebesar 1,5%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi DM tertinggi semua umur berdasarkan diagnosis dokter juga masih di DKI Jakarta dan terendah di NTT.


Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016).


Kerugian yang ditimbulkan bisa dari segi ekonomi, angka harapan hidup, bahkan komplikasi yang ditimbulkannya bahkan kematian. Angka harapan hidup dapat berukurang 5-10 tahun. Diabetes adalah salah satu penyebab utama penyakit ginjal dan kebutaan.


KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Mellitus dikutip dari Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia tahun 2019 oleh PERKENI adalah sebagai berikut

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diakibatkan oleh destruksi beta, umumnya berhubungan dengan pada defisiensi insulin absolut karena autoimun ataupun idiopatik. Banyak menyerang anak-anak hingga dewasa.

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

Bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

3. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dimana sebelum kehamilan tidak terdapat diabetes

4. Tipe spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain

- Sindroma diabetes monogenic (diabetes neonatal, maturity – onset diabetes of the young (MODY)

- Penyakit eksokrin pancreas (fibrosis kistik, pankreatitis)

- Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV / AIDS ATAU SETELAH TRANSPLANTASI ORGAN)


ETIOLOGI

Pada DM Tipe 2, resistensi insulin pada sel hati, serta kegagalan sel beta pancreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral yang terjadi. Dari hasil penelitian terbaru, diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari perkiraan sebelumnya. Organ lain yang juga terlihat pada DM Tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolysis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alfa pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa.

Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan bahwa terdapat 11 organ yang berperan dalam pathogenesis penyandang DM Tipe 2 tidak hanya otot, hepar, dan sel beta pancreas, tetapi ada delapan organ lain yang berperan sehingga disebut sebagai the egregious eleven, yaitu

1. Kegagalan sel beta pancreas

2. Disfungsi sel alfa pancreas

3. Sel lemak

4. Otot

5. Hepar

6. Otak

7. Kolon/mikrobiota

8. Usus halus

9. Ginjal

10. Lambung

11. System imun


FAKTOR RISIKO

1.      Berat badan. 
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko utama diabetes tipe 2. 
2.      Distribusi lemak. 
Jika seseorang menyimpan lemak terutama di perut, ia memiliki risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2 dibandingkan dengan orang yang menyimpan lemak di tempat lain, seperti di pinggul dan paha. Risiko terkena diabetes tipe 2 meningkat pada seorang pria dengan lingkar pinggang di atas 40 inci (101,6 sentimeter) atau wanita dengan lingkar pinggang lebih dari 35 inci (88,9 sentimeter).
3.      Ketidakaktifan. 
Semakin kurang aktif, semakin besar risiko terkena diabetes tipe 2. Aktivitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan, menggunakan glukosa sebagai energi dan membuat sel lebih sensitif terhadap insulin.
4.      Riwayat keluarga. 
5.      Risiko diabetes tipe 2 meningkat jika orang tua atau saudara anda menderita diabetes tipe 2.
6.      Ras atau etnis. 
Meskipun belum diketahui secara pasti, orang-orang tertentu - termasuk orang kulit hitam, Hispanik, Indian Amerika, dan Asia Amerika - berisiko lebih tinggi.
7.      Usia. 
Risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 45 tahun. Itu mungkin karena orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan massa otot, dan menambah berat badan seiring bertambahnya usia. Tetapi diabetes tipe 2 juga meningkat secara dramatis pada anak-anak, remaja dan dewasa muda.
8.      Pradiabetes. 
Pradiabetes adalah kondisi di mana kadar gula darah lebih tinggi dari biasanya, tetapi tidak cukup tinggi untuk digolongkan sebagai diabetes. Jika tidak diobati, pradiabetes sering berkembang menjadi diabetes tipe 2.
9.      Diabetes gestasional. 
Jika anda menderita diabetes gestasional saat hamil, risiko terkena diabetes tipe 2 meningkat. Jika anda melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 pon (4 kilogram), Anda juga berisiko terkena diabetes tipe 2.
10.  Sindrom ovarium polikistik.
Bagi wanita, mengalami sindrom ovarium polikistik - kondisi umum yang ditandai dengan periode menstruasi yang tidak teratur, pertumbuhan rambut berlebih, dan obesitas - meningkatkan risiko diabetes.
11.  Area kulit yang menghitam, biasanya di ketiak dan leher. 
Kondisi ini seringkali mengindikasikan resistensi insulin

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS


DIABETES MELITUS TIPE 1

DMT 1 adalah destruksi sel beta pancreas, umumnya terjadi defisiensi insulin absolut sehingga mutlak membutuhkan terapi insulin. Biasanya disebabkan karena penyakit autoimun atau idiopatik. Sel beta pancreas yang menghasilkan hormone insulin dilinsungi dari sel T yang bereaksi terhadap segala macam antigen bahkan yang ada di dalam tubuh sendiri dengan adanya self-tolerance. Tetapi, pada DM tipe 1 terdapat kelainan genetik yang menyebabkan hilangnya self-tolerance sehingga sel T menyerang sel beta pancreas. Yang berperan penting adalah kelompok gen yang terdapat pada kromosom 6 yang menyandikan MHC yaitu protein yang membantu sistem imun mengenali benda asing juga mempertahankan self-tolerance.


DIABETES MELITUS TIPE 2

DMT 2 merupakan kondisi multifaktorial. Sebagian besar pasian DMT 2 adalah pasien obesitas atau dengan komponen lemak visceral yang menonjol. Keadaan ini berhubungan dengan RI (Resistensi Insulin). Secara fisiologis tubuh dapat mengatasi resistensi insulin yang terjadi dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin sehingga tidak terjadi hiperglikemi. Ri yang terjadi secara bertahap dan perlahan menyebabkan hiperglikemi yang awalnya tidak menimbulkan gejala klasik diabetes.


Pada suatu saat, gabungan antara defek sekresi insulin dan resistensi insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Periode di mana tubuh masih dapat mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal (bukan DM, tidak termasuk dalam kriteria diagnosis DM maupun prediabetes) disebut stadium normoglikemia, sedangkan periode di mana telah terjadi peningkatan kadar glukosa darah disebut stadium hiperglikemia. Stadium hiperglikemia dapat dibedakan menjadi prediabetes dan DM. Stadium prediabetes meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian diagnosis.


Saat DM terdiagnosis, diperkirakan pasien tersebut sudah mengalami kehilangan 50% massa sel beta pancreas, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sekresi insulin dan resistensi insulin itu. DM, khususnya yang dalam hal ini hiperglikemia, merupakan bagian sindrom metabolik/sindrom resistensi insulin. Sindrom metabolik merupakan sekumpulan kelainan metabolik yang mengarah kepada risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.


Secara klinis RI dikenal dengan ditemukannya beberapa parameter klinis yang dikenal dengan sindrom metabolik. Adanya sindrom metabolic menunjukkan risiko DM dan penyakit kardiovaskular yang tinggi pada individu tersebut.


MANIFESTASI KLINIK

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita (PERKENI, 2015).


Polifagia disebabkan oleh feedback negatif dari sel-sel tubuh akibat glukosa darah tidak dapat tersimpan di dalam jaringan otot maupun hati oleh sebab itu sel-sel target memberi sinyal kepada otak untuk meningkatkan nafsu makan tetapi tetap tidak terjadi peningkatan berta badan.


Poliuria dan polidipsi ini sangat berhubungan karena poliuria disebabkan oleh hiperglikemia yang terjadi sehingga membuat cairan-cairan dalam tubuh intra sel akan bergerak keluar ke dalam lumen pembuluh darah sehingga untuk membuat tekanan darah yang naik akibat perpindahan cairan tersebut maka ginjal akan bekerja untuk mengeliminasi cairan yang berlebihan untuk membuat tekanan darah menjadi normal. Untuk polidipsi ini disebabkan oleh viskositas darah yang meningkat yang berakibat osmolaritas darah meningkat yang membuat feedback negatif ke otak bahwa tubuh butuh minum atau dapat juga karena eliminasi cairan yang disebabkan oleh ginjal yang membuat orang terasa haus (Kumar, Abbas, & Aster, 2013)


DIAGNOSIS

Diagnosis klinis Diabetes Mellitus (DM) dapat dipertimbangkan bila ada keluhan khas DM berupa: Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Selain itu lemah, kesemutan , gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita, juga dapat dipertimbangkan sebagai manifestasi klinis dari DM.


Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah, bahan pemeriksaan glukosa yang dianjurkan adalah plasma vena, kadar glukosa yang dapat dijadikan patokan pasti Diabetes Melitus adalah ≥200 mg/dl pada plasma vena maupun darah kapiler untuk kadar glukosa darah sewaktu, serta ≥126 mg/dl pada plasma vena dan ≥110 mg/dl pada darah kapiler untuk kadar glukosa darah puasa. Apabila kadar glukosa darah melewati patokan yang sudah ditentukan tadi tetapi pasien tidak menunjukan gejala khas DM, kadar glukosa darah tersebut tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM, diperlukan satu kali lagi tes yang hasilnya melewati patokan (abnormal) untuk menegakkan diagnosis DM.


TATALAKSANA

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.

KOMPLIKASI

1. Makroangiopati

· Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner

· Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita.

· Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik

2. Mikroangiopati

· Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko atau memperlambat progresi retinopati(A). Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati

· Nefropati diabetik

o Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko atau memperlambat progres inefropati (A).

o Untuk penderita penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan protein sampai di bawah 0.8gram/kgBB/hari tidak direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler dan menurunkan GFR. ginjal (A).

· Neuropati

o Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan risiko amputasi.

o Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015

o Setelah diagnosis DMT2 ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrinning untuk mendeteksi adanya polineuropati distal yang simetris dengan melakukan pemeriksaan neurologi sederhana (menggunakan monofilamen 10 gram). Pemeriksaan ini kemudian diulang paling sedikit setiap tahun (B).

o Pada keadaan polineuropati distal perlu dilakukan perawatan kaki yang memadai untuk menurunkan risiko terjadinya ulkus dan amputasi o Pemberian terapi antidepresan trisiklik, gabapentin atau pregabalin dapat mengurangi rasa sakit.

o Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

o Untuk pelaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.



DAFTAR PUSTAKA


Akhmadi (2009). Permasalahan Lanjut Usia (Lansia).

Akhmadi. (2008). Menjaga Kesehatan Lanjut Usia Agar Tetap Prima. Yogyakarta: F K UGM .

Andriewongso. (2008). Olahraga Perpanjang Usia.

Angga. (2010) Lansia dan Olahraga.

Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Hasil Riskesdas 2018

Eri Desmarini Nasution. (1999). Kembali Bugar setelah Lima Puluh. (Terjemahan dari Westcott

Hardywinoto dan Tony Sedabudhi. (2005). Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai

Indri Gautama, dkk. Lansia Sehat Siap Fisik, Mental dan FinansiaL

Ismanoe, G. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Jilid I edisi VI

Jeffry Tenggara. (2009). Elderly Exercise- Olahraga untuk Lanjut Usia, Bagian 1. Jakarta: FKUI RSCM.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buku Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

Men Aging And Health Achieving health across the life span, WHO

Prima. (2008). Lansia Harus Terus Eakukan Gerak Badan.

Soelistijo A, Novida H, Rudijanto A. dkk. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 2015: 1-82.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sulistiyo. "21 Ribu Lansia di DIY Terlantar" Kedaulatan Rakjat. Sabtu Wage 5 Juni 2010.

Suryanto dan Suharjana. (2004). 'Tetilaku Hidup Sehat Lanjut Usia di Dusun Karanggawang Desa Mororejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman". Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIK UNY.

Susilo Bambang Yudhoyono. "Anggaran Lansia Dinaikkan" Kedaulatan Kaigat. Kamis Wage 10 Juni 2010.

Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Diabetes Melitus. Dlm: Tjokroprawiro A, Hendromartono, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: FK Unair dan RS. Pendidikan Dr.Soetomo, 2006: 29-7.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

Wayne L. dan Baechle Thomas R.). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

WHO Fact Sheet of Diabetes, 2016

Recent Posts

See All

Covid-19

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page