Latar belakang
Rokok yang merupakan penyebab kematian utama di kalangan laki-laki dan akan terus menjalar secara dramatis di kalangan perempuan.1 Jumlah perokok di Indonesia terbesar keempat di dunia yaitu 60 persen laki-laki dan 4 persen dari perempuan berusia 15 tahun ke atas dengan total pengeluaran untuk merokok sekitar 30 triliun rupiah per tahun (PDPI, 2001). Indonesia menghadapi ancaman serius akibat meningkatnya jumlah perokok, prevalensi perokok laki-laki di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dan diprediksi lebih dari 97 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok (Riskesdas, 2013). Kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja, Riskesdas 2018 menunjukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2% menjadi 9,1% (KEMKES, 2019).
Indonesia memiliki jumlah perokok yang cukup besar, yaitu sekitar 65,19 juta orang (SEATCA,2016). Hal ini menjadikan negara Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di ASEAN tahun 2016. Melihat dari Jurnal PDPI, bahwa rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia yang beracun dan berbahaya bagi tubuh. Khususnya untuk pernapasan. Zat-zat tersebut diantaranya adalah, Nikotin menyebabkan kecanduan (adiktif) serta penyempitan pembuluh darah; Tar dapat memicu kanker paru; Karbonmonoksida dan Karbondioksida menyebakan hambatan penyerapan oksigen dalam darah; serta zat-zat lainnya yang berbahaya bagi tubuh. Dari hal tersebut, merokok dapat menimbulkan banyak efek dan penyakit bagi tubuh manusia.
Menurut laporan data WHO yang dihimpun AFP, seitar 1 miliar orang di dunia aktif merokok, jumlah itu sama dengan 1/7 populasi manusia di bumi. Jumlah perokok terbesar berada di Tiongkok, tercatat 315 juta perokok ada di Tiongkok. Data WHO juga menyebutkan 80% perokok di dunia berada di negara dengan pendapatan menengah dan miskin. Sebanyak 226 juta perokok termasuk kategori tidak mampu.
Namun, menurut laporan WHO 2019 jumlah perokok di dunia mengalami penurunan selama 20 tahun terakhir. Pada tahun 2000 angka perokok mencapai 1,397 miliar orang, sedangkan pada tahun 2018 berkurang menjadi 1,337 miliar. Penurunan terjadi karena berkurangnya jumlah perempuan yang merokok dan angka konsumsi tembakau pada laki-laki juga mengalami penurunan.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Menurut data Riskesdas 2013 prevalensi merokok sebesar 36,3%, mengalami penurunan pada Sirkenas 2016 menjadi 32,8%. Kemudian meningkat lagi pada Riskesdas 2018 yaitu sebesar 33,8%.
Bahkan yang lebih menghawatirkan, jumlah perokok usia muda di Indonesia meningkat. Menurut data Sirkernas 2016 prevalensi merokok ana usia 10-18 tahun sebesar 8,8%. Yang mana mengalami peningkatan, menurut Riskesdas 2018, prevalensi merokok pada usia 10-18 tahun sebesar 9,1%. Bahkan Indonesia dikenal sebagai baby smokers country. Dan menjadi negara terbesar ketiga setelah China dan India dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Menurut Litbangkes 2015 Indonesia menyumbang lebih dari 230 ribu kematian akibat produk tembakau setiap tahunnya.
WHO mendesak negara-negara di dunia untuk melawan pertumbuhan rokok yang berbahaya bagi kesehatan. Banyak langkah yang dilakukan untuk mengurangi angka merokok di Indonesia. Pemerintah banyak mengeluarkan himbauan dan larangan merokok di tempat umum, kampanye untuk berhenti merokok, dan pemasifan penyebaran informasi mengenai bahaya rokok bagi kesehatan juga dilakukan.
Pengertian Rokok
Rokok adalah lintingan atau gulungan tembakau yang digulung / dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung, sebesar kelingking dengan panjang 8-10 cm, biasanya dihisap seseorang setelah dibakar ujungnya. Rokok merupakan pabrik bahan kimia berbahaya. Hanya dengan membakar dan menghisap sebatang rokok saja, dapat diproduksi lebih dari 4000 jenis bahan kimia. 400 diantaranya beracun dan 40 diantaranya bisa berakumulasi dalam tubuh dan dapat menyebabkan kanker. Rokok juga termasuk zat adiktif karena dapat menyebabkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan) bagi orang yang menghisapnya. Dengan kata lain, rokok termasuk golongan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Alkohol, dan Zat Adiktif).
Kandungan Berbahaya Rokok
Setiap batang rokok mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia berbahaya bagi tubuh. Empat ratus diantaranya bisa berefek racun, sedangkan 40 diantaranya bisa mengakibatkan kanker. Ini adalah sebagaian dari contoh-contohnya : nikotin, krbon monoksida, Tar , DDT (Dikloro Difenil Trikloroetana) , aseton , formaldehid dan masi banyak lagi.
Efek Merokok dan Penyakit yang Ditimbulkan
Berdasarkan penelitian dari Ameica Cancer Society, terdapat beberapa hal yang terjadi akibat adanya rokok yaitu:
· Setiap tahun terdapat 400.000 orang mati akibat rokok
· Setengahnya berusia 35-69 tahun
· Para perokok dapat kehilangan 20 – 25 tahun masa hidupnya
· 90% perokok baru adalah anak-anak dan remaja, mereka menggantikan para perokok yang sudah berhenti merokok atau perokok yang meninggal lebih awal akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok
· Efek buruk yang dialami perokok baru akan muncul setelah 20 tahun Beberapa Penyakit Paru yang disebabkan olehmerokok
1. Kanker Paru Zat kimia beracun yang terdapat dalam asap rokok yang menyebabkan terjadinya kanker paru adalah tar. Tar akan menempel di permukaan saluran napas cukup lama sehingga menyebabkan perubahan sel normal menjadi sel ganas. Berhenti merokok mengurangi risiko terjadinya kanker paru. Delapan puluh tujuh persen sampai dengan sembilan puluh persen (87 - 90%) kasus kanker paru disebabkan rokok, dan perokok 22 kali lebih mungkin mati karena kanker paru dibandingkan dengan bukan perokok.15,16 Orang yang meninggal karena kanker paru terus meningkat. Orang yang tidak merokok tetapi terpajan asap rokok, risiko terkena kanker paru pun meningkat Seorang bukan perokok yang menikah dengan seorang perokok memiliki 30% risiko lebih besar terkena kanker paru dibandingkan dengan pasangan dari seorang bukan perokok. 2. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Merokok merupakan penyebab utama PPOK di Amerika Serikat. Delapan puluh empat persen (84%) kematian PPOK pada laki-laki, dan 79% pada perempuan diakibatkan oleh rokok.9 Rokok menyebabkan gangguan paru yaitu tejadinya perubahan struktur saluran udara, bulu getar yang dalam keadaan normal berfungsi untuk membersihkan lendir akan lumpuh sehingga terjadi penimbunan lendir berlebihan yang merupakan media perkembangbiakan kuman sehingga berkembang menjadi bronkitis. Rokok juga dapat menimbulkan penyempitan saluran udara, di samping itu akan terjadi peningkatan kadar imunoglobulin di dalam tubuh yang berakibat terjadi hipereaktifiti saluran udara. Rokok menyebabkan kerusakan menetap struktur paru, akibat lumpuhnya serat elastin paru yang mengakibatkan udara yang masuk sulit dikeluarkan dan tertinggal di kantong-kantong udara; sehingga terjadilah kesulitan-kesulitan bernapas atau menjadi penyakit emfisema. Pada penyakit emfisema harapan kesembuhan menjadi lebih Sulit 3. Asma Asap rokok lingkungan yang tersebar di tempat terbuka akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Asap rokok ini menyebabkan iritasi (perangsangan) pernapasan yang cukup berat dan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pada anak, asap rokok dapat memperberat gejala asma dan pada dewasa selain menyebabkan asma juga menyebabkan penurunan fungsi paru
4. Infeksi Paru
Asap rokok menyebabkan penurunan ketahanan permukaan saluran udara, sehingga mudah terserang bakteri maupun virus.
5. Tuberkulosis
Kira kira hampir seperempat populasi yang dunia memilki tuberkulosis dalam bentuk laten yang dapat berubah menjadi aktif. Merokok membuat risiko seseorang untuk mengubah tuberkulosis laten menjadi aktif dua kali dibandingkan dengan yang tidak merokok. Tuberkulosis menyebbakan kerusakan pada paru, mengurangi kemampuan paru dan meningkatkan risiko kematian akibat kegagalan respiratorik.
6. Impotensi Merokok dapat memperkecil aliran darah ke penis. Hal ini dapat menyebabkan penis tidak dapat ereksi atau menegang. Hal ini terjadi karena penis dapat menegang ketika terdapat aliran darah dalam jumlah yang banyak masuk. 7. Penyakit Kardiovaskular Kandungan dalam rokok dapat menyebabkan gangguan pada peredaran darah dan jantung. Salah satu kandungan rokok yakni tar dapat masuk kedalam darah. Hal ini menyebabkan darah menjadi lebih kental dan dapat menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Selain itu tar juga dapat meningkatkan tekanan darah dan menyempitkan arteri. Hal-hal yang diakibatkan oleh tar dapat menyebabkan serangan jantung atau stroke. Pada jantung, salah satu kandungan kimia pada rokok yakni karbon monoksida menyebabkan jantung harus bekerja lebih cepat yang dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah.
Dampak buruk merokok bagi kesehatan sangat luas, dan telah didokumentasikan secara mendalam. Data dari tindak lanjut selama 40 tahun terhadap perokok di studi kelompok prospektif terhadap dokter laki-laki Inggris menunjukkan dampak merokok pada usia di berbagai tingkat paparan.
Hubungan terkuat dengan penyebab spesifiknya adalah dengan kanker penapasan dan penyakit obstruktif paru kronis. Beberapa peningkatan risiko kesehatan terkait dengan merokok lebih besar di antara perokok muda. Risiko serangan jantung di antara perokok, misalnya, setidaknya dua kali lipat pada usia 60 tahun, tetapi mereka yang berusia di bawah 50 tahun mengalami peningkatan risiko lebih dari lima kali lipat. Perokok juga berisiko lebih besar kepada penyakit tidak fatal, seperti osteoporosis, penyakit periodontal, impotensi, infertilitas pria, dan katarak. Merokok saat hamil dikaitkan dengan peningkatan angka kematian janin dan perinatal dan berat kelahiran yang kurang pada usia kehamilan. Perokok pasif dikaitkan dengan gangguan pernafasan pada usia anak-anak, dan gangguan paru-paru, penyakit jantung, dan stroke pada orang dewasa.
Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan bahwa penularan COVID-19 sebagai sebuah pandemi karena virus corona yang terus menyebar di seluruh dunia. Meskipun banyak hal yang belum diketahui terkait virus SARS-CoV-2 dan COVID-19 serta penyakit yang disebabkannya, sangat jelas bahwa pasien dengan penyakit tidak menular memiliki resiko yang lebih tinggi untuk tertular dan menderita hingga berujung kematian karena COVID-19. Trend penyakit tidak menular (PTM) terus meningkat, kebiasaan merokok merupakan faktor resiko terjadinya PTM, oleh karena itu faktor resiko ini perlu di cegah. Rokok adalah penyebab utama TBC, penyakit menular paling mematikan di dunia, dan bukti-bukti menunjukkan bahwa pasien TBC memiliki resiko lebih tinggi karena adanya COVID-19. Tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia tiap tahunnya. Lebih dari 7 juta kematian ini diakibatkan oleh penggunaan langsung tembakau dan sekitar 1,2 juta diakibatkan paparan asap rokok orang lain. Merokok diketahui menjadi faktor risiko berbagai infeksi saluran pernapasan dan meningkatkan tingkat keparahan penyakit saluran pernapasan. Pengkajian atas penelitian yang dilakukan pakar-pakar kesehatan masyarakat yang diadakan oleh WHO pada tanggal 29 April 2020 mendapati bahwa perokok lebih tinggi kemungkinannya menderita penyakit COVID-19 yang parah dibandingkan orang yang tidak merokok.
Virus membutuhkan reseptor untuk melekat pada tubuh inangnya untuk aktif bekerja. Dalam hal SARS-COV-2 membutuhkan reseptor juga yaitu ACE2 (Angiotensin Converting Enzym 2). ACE2 ini normal ditemukan dalam tubuh khususnya pada saluran pernapasan atas dan bawah, mukosa saluran pencernaan dan myocardium. ACE2 berfungsi memecah angiotensin II menjadi angiotensin I yang merupakan vasodilator poten yang berperan sebagai negatif feedback dalam sistem renin-angiotensin yang mengatur tekanan darah. Guoshuai Cai melaporkan sampel perokok aktif ditemukan lebih banyak ekspresi gen ACE2 dibandingkan sampel yang tidak pernah merokok sebelumnya. Ekspresi ACE2 pada tipe 2 pneumosit, makrofag alveolar dan ujung apikal epitel saluran pernapasan kecil adalah ekspresi pada gen yang meregulasi reproduksi dan transmisi. Dengan kata lain perokok lebih mudah terinfeksi SARS-COV-2. Hal ini disebabkan adanya peningkatan ekspresi reseptor ACE2 pada perokok baik perokok aktif maupun perokok yang pernah merokok secara aktif lalu berhenti dibandingkan dengan yang tidak pernah merokok sehingga lebih banyak tempat untuk virus ini melekat. Pada sebuah studi observasiobal yang dilakukan pada mice semakin banyak ACE2 yang berikatan dengan SARS- COV-2 semakin menurunkan modulasi ekspresi dari ACE2 itu sendiri sebagai gantinya dia akan meningkatkan produksi dan aktivasi dari enzim lain yang mirip dengan ACE. Dengan demikian terjadi perubahan modulasi dan perubahan drastis ACE2 yang berakibat pada severe acute respiratoryfailure. Bukti yang menunjukkan kaitan COVID-19 dan rokok • Penelitian dari Cina menunjukkan bahwa peluang berkembangnya menuju penyakit serius adalah 14 kali lebih inggi diantara orang-orang dengan riwayat merokok dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok 1 dan mengalami kondisi yang lebih buruk jika dibandingkan dengan yang bukan perokok.2 Penelitian lain di Cina mendokumentasikan 58% masyarakat yang tertular COVID-19 dan dalam kondisi kritis merupakan laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya perokok laki-laki dibandingkan wanita di Cina. • Bukti terkini menunjukkan bahwa perokok menjadi lebih rentan memiliki gejala-gejala COVID-19 yang lebih parah jika dibandingkan dengan bukan perokok. Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh the New England Journal of Medicine, perokok memiliki resiko gejala sebanyak 2,4 kali lebih parah jika terkena COVID-19 dibandingkan dengan bukan perokok. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok diasosiasikan dengan prognosa COVID-19 yang buruk.
Perokok yang terpapar COVID-19 akan memiliki resiko penyakit lebih berat hingga perlu perawatan di ICU, penggunaan ventilator sampai resiko kematian. • SARS-CoV-2 khususnya menginfeksi sistem pernafasan yang menyebabkan kerusakan ringan hingga parah pada pernafasan.Fakta bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor resiko untuk berbagai gangguan infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Lebih lanjut terdapat hubungan erat antara kebiasaan merokok akan memperparah penyakitnya bila terpapar COVID-19. • Hubungan antara COVID-19 dan kesehatan kardiovaskular adalah hal yang penting karena konsumsi rokok dan paparan rokok bagi perokok pasif merupakan penyebab penyakit kardiovaskular secara global. Sistem kardiovaskular yang lemah pada seseorang dengan COVID- 19 yang memiliki riwayat perokok akan membuat orang tersebut lebih rentan untuk mengalami gejala yang lebih parah, dan oleh karenanya meningkatkan resiko kematian. • Perokok memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap COVID-19 karena dengan merokok berarti jari-jari (dan mungkin rokok yang telah terkontaminasi) bersentuhan dengan bibir, yang meningkatkan kemungkinan adanya transmisi virus dari tangan ke mulut. • The European Centre for Disease Prevention and Control baru-baru ini menyarankan bahwa hal-hal yang dapat mencegah COVID-19, seperti rokok dan obat-obatan tertentu dapat diidentifikasi karena bisa jadi rokok dan obat-obatan tersebut dapat meningkatkan jumlah kasus yang parah dan berdampak pada ketersediaan kapasitas rumah sakit. • La Asociación Latinoamericana de Tórax (ALAT), the International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) dan la Sociedad Española de Neumología y Cirugía Torácica (SEPAR) mencatat bahwa resiko-resiko tersebut memperparah resiko yang sebelumnya sudah ada pada konsumsi rokok. Oleh karena itu, penghentian merokok merupakan tindakan preventif yang relevan untuk melawan SARS-Cov-2. WHO menekankan pentingnya penelitian yang sistematis, berkualitas tinggi, dan telah mendapat persetujuan etis yang akan berkontribusi pada peningkatan kesehatan individu dan masyarakat, dan menekankan bahwa promosi intervensi yang belum terbukti dapat berdampak negatif pada kesehatan.
Menurut WHO, dari bukti yang tersedia menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan peningkatan keparahan penyakit dan kematian pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Meskipun begitu, belum ada bukti yang mengukur risiko perokok yang dirawat inap dengan COVID-19 dalam literatur peer-review. Diperlukan studi berbasis populasi untuk menjawab pertanyaan mengenai hal ini.
WHO terus mengevaluasi penelitian-penelitian baru, termasuk penelitian tentang kaitan antara penggunaan tembakau, penggunaan nikotin, dan COVID-19. WHO mendorong para peneliti, ilmuwan, dan media agar berhati-hati tentang menyebarkan klaim-klaim bahwa tembakau atau nikotin dapat menurunkan risiko COVID-19 yang belum terbukti. Informasi yang ada saat ini belum cukup untuk mengonfirmasi kaitan apa pun antara tembakau atau nikotin dalam pencegahan atau pengobatan COVID-19.
Terapi pengganti nikotin seperti permen karet dan nicotine patch dirancang untuk membantu para perokok berhenti merokok. WHO menganjurkan agar para perokok segera mengambil tindakan untuk berhenti merokok dengan menggunakan metode-metode yang sudah terbukti seperti layanan telepon berhenti merokok bebas pulsa, program SMS, dan terapi pengganti nikotin.
Dalam waktu 20 menit sejak berhenti merokok, laju denyut jantung meningkat dan tekanan darah menurun. Setelah 12 jam, kadar karbon monoksida di dalam darah menurun menjadi tingkat yang normal. Dalam waktu 2-12 pekan, peredaran darah meningkat dan fungsi paru-paru menjadi semakin baik. Setelah 1-9 bulan, batuk dan sesak napas berkurang. Secara khusus, Zhou et al. mempelajari karakteristik epidemiologis dari 191 orang yang terinfeksi COVID-19. Di antara 191 pasien, ada 54 kematian, sementara 137 selamat. Di antara mereka yang meninggal, 9% adalah perokok saat ini dibandingkan dengan 4% di antara mereka yang bertahan, tanpa perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat merokok yang selamat dan yang tidak selamat sehubungan dengan kematian akibat COVID-19. Demikian pula, Zhang et al. menunjukkan karakteristik klinis dari 140 pasien dengan COVID-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara pasien yang parah (n = 58), 3,4% adalah perokok saat ini dan 6,9% adalah mantan perokok, berbeda dengan pasien yang tidak parah (n = 82) di antaranya 0% adalah perokok aktif dan 3,7% adalah mantan perokok aktif. Huang et al. mempelajari karakteristik epidemiologis COVID-19 di antara 41 pasien. Dalam penelitian ini, tidak ada dari mereka yang perlu dirawat di ICU (n = 13) adalah perokok aktif saat ini. Sebaliknya, tiga pasien dari kelompok non-ICU adalah perokok saat ini, tanpa perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok pasien (p = 0,31), meskipun ukuran sampel penelitian kecil. Populasi penelitian terbesar dari 1099 pasien dengan COVID-19 disediakan oleh Guan et al. dari berbagai daerah di Cina daratan. Hasil deskriptif tentang status merokok pasien disediakan untuk 1099 pasien, di mana 173 memiliki gejala parah, dan 926 memiliki gejala tidak parah. Di antara pasien dengan gejala berat, 16,9% adalah perokok aktif dan 5,2% adalah mantan perokok, berbeda dengan pasien dengan gejala tidak parah di mana 11,8% adalah perokok aktif dan 1,3% adalah mantan perokok. Selain itu, pada kelompok pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik, masuk ke ICU atau meninggal, 25,5% adalah perokok saat ini dan 7,6% adalah mantan perokok. Sebaliknya, pada kelompok pasien yang tidak memiliki hasil yang merugikan ini, hanya 11,8% perokok saat ini dan 1,6% adalah mantan perokok. Tidak ada analisis statistik untuk mengevaluasi hubungan antara keparahan hasil penyakit dan status merokok yang dilakukan dalam penelitian itu. Kemudian, Liu et al. menemukan bahwa dari 78 pasien dengan COVID-19, kelompok pasien dengan riwayat merokok memiliki hasil buruk yang signifikan (27,3%) dibandingkan kelompok yang menunjukkan peningkatan atau stabilisasi (3,0%). ), Kesimpulannya, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut karena bobot bukti meningkat, dengan data yang tersedia terbatas, dan meskipun hasil di atas tidak disesuaikan untuk faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit, merokok kemungkinan besar terkait dengan perkembangan negatif dan hasil yang merugikan. dari COVID-19.
Dalam salah satu jurnalnya, Wang et al. mencatat hubungan ACE2 dengan merokok dan Covid-19. Peningkatan yang terlihat pada perokok lebih lanjut menimbulkan pertanyaan apakah ini juga berlaku untuk orang yang terlibat dalam perokok dan mereka yang beralih ke alternatif yang lebih baru seperti rokok elektronik dan perangkat IQOS. Sangat penting untuk mengenali bahwa perangkat ini tidak "lebih aman".
Berhenti merokok adalah salah satu cara paling efektif untuk menghindari berbagai penyakit akibat rokok. Pertanyaannya adalah “Bagaimana cara yang dapat digunakan untuk berhenti merokok?”.
Menurut kemenkes RI cara menghindari pengaruh untuk merokok yaitu hindari berkumpul dengan teman yang merokok, yakinlah bahwa rokok bukan satu-satunya sarana pergaulan, lakukan hal positif seperti olahraga dan hobi lain, hindari sesuatu yang terkait rokok, jangan malu mengatakan bahwa anda kita bukan perokok, dan perbanyak mencari informasi tentang bahaya rokok.
Tips berhenti merokok menurut Kemenkes RI yaitu pertama motivasi, bulatkan tekad dan tujuan untuk berhenti merokok tentukan alasan yang spesifik dan kuat. Kedua penundaan, yaitu menunda saat menghisap rokok pertama, di tunda setiap 2 jam setiap hari. Ketiga kenali waktu dan situasi dimana kita sering merokok, dimana waktu kebiaasaan rokok muncul, dapat dihindari dengan melakukan kegiatan yang lain.
Selanjutnya pendekatan 4T merupakan cara untuk membantu berhenti merokok, yaitu Tanyakan, Telaah, Tolong dan Nasehati, terakhir adalah Tindak Lanjut.
Cara 1 : BERHENTI SEKETIKA
• Hari ini anda masih merokok, besok anda berhenti sama sekali. Untuk kebanyakan orang, cara ini yang paling berhasil. Untuk perokok berat, mungkin dibutuhkan bantuan medis untuk mengatasi efek ketagihan
• Withdrawal effect
Cara 2 : PENUNDAAN
• Menunda saat mengisap rokok pertama, 2 jam setiap hari dari hari sebelumnya. Jumlah rokok yang dihisap tidak dihitung. Misalnya kebiasaan menghisap rokok pertama rata- rata 07.00 pagi, berhenti merokok direncanakan dalam 7 hari. Maka rokok pertama ditunda waktunya, yaitu :
Hari 1 : jam 09.00 Hari 2 : jam 11.00 Hari 3 : jam 13.00 Hari 4 : jam 15.00 Hari 5 : jam 17.00 Hari 6 : jam 19.00 Hari 7 : jam 21.00 – terakhir
Cara 3 : PENGURANGAN
• Jumlah rokok yang diisap setiap hari dikurangi secara berangsur-angsur dengan jumlah yang sama sampai 0 batang pada hari yang ditetapkan. Misalnya rata-rata menghisap 28 batang rokok per hari. Berhenti merokok direncanakan dalam 7 hari.
Hari 1 : 24 batang
Hari 2 : 20 batang Hari 3 : 16 batang Hari 4 : 12 batang Hari 5 : 8 batang Hari 6 : 4 batang Hari 7 : 0 batang
Cara 4 : TINDAK LANJUT · Susun jadwal konsultasi rutin 2 minggu sekali · Penilaian pada pertemuan yaitu : o Tingkat berhasil berhenti merokok o Tingkat motivasi o Kendala yang timbul o Gejala withdrawal effect & penanganannya o relaps o Penilaian parameter klinis : CO analyzer, Peak flow meter · Klien tidak ingin berhenti merokok à tingkatkan motivasi Oleh tenaga medis, psikiater, Bolehkah rokok elektrik? · Rokok elektrik tidak direkomendasikan WHO maupun FDA sebagai sarana untuk berhenti merokok · Beberapa penelitian menunjukkan rokok elektrik cukup efektif “relatif” lebih aman daripada rokok konvensional · Keamanan penggunaan jangka panjang à tidak diketahui · Sarankan penggunaan farmakoterapi yang direkomendasikan · Pilihan terbaik à BERHENTI MEROKOK
Referensi: Asociación Latinoamericana de Tórax (ALAT), Unión Internacional contra la Tuberculosis y Enfermedades Respiratorias (La Unión), Sociedad Española de Neumología y Cirugía Torácica (SEPAR). COVID-19: "Fumar en tiempos de COVID-19". Documento de Posición (DOCUMENT FOR HEALTH CARE PROVIDERS). April, 2020. Available online: https://alatorax.org/es/covid-19/covid-19-fumar-en-tiempos-de-covid-19-documento-de-posicion Berlin, I., Thomas, D., Le Faou, A. L., & Cornuz, J. (2020). COVID-19 and smoking. Nicotine & Tobacco Research. Brake, S. J., Barnsley, K., Lu, W., McAlinden, K. D., Eapen, M. S., & Sohal, S. S. (2020). Smoking upregulates angiotensin-converting enzyme-2 receptor: a potential adhesion site for novel coronavirus SARS-CoV-2 (Covid-19).Centers for Disease Control and Prevention. 2020. Health Effects of Cigarette Smoking. Retrieved from https://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/health_effects/effects_cig_smoking/inde x.htm Control ECfDPa. Rapid risk assessment: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic: increased transmission in the EU/EEA and the UK – seventh update. European Centre for Disease Prevention and Control 2020. Doll R, Peto R, Wheatley K, Gray R, Sutherland I. Mortality in relation to smoking: 40 years’ observations on male British doctors. BMJ 1994;309:901-11. Edwards, R. (2004). The problem of tobacco smoking. Bmj, 328(7433), 217-219. Guan et al. Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. The New England journal of medicine. published February 2020. DOI: 10.1056/NEJMoa2002032. Available on: https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2002032 Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, et al. Clinical characteristics of coronavirus disease 2019 in China. N Engl J Med. 2020 Retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32109013/ http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/272673/wntd_2018_indonesia_fs.pdf?sequence= 1 http://www.who.int/tobacco/about/partners/bloomberg/idn/en/ https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/324846/WHO-NMH-PND-19.1-ind.pdf?ua=1 https://www.lung.org/research/sotc/by-the-numbers/10-worst-diseases-smoking-causes
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/smoking-and-your-heart https://www.nhs.uk/smokefree/why-quit/smoking-health-problems https://www.who.int/indonesia/news/detail/11-05-2020-pernyataan-who-penggunaan-tembakau- dan-covid-19 Hua Cai. March 2020. Sex difference and smoking predisposition in patients with COVID-19. The Lancet. Respiratory Medicine. Volume 2, Issue 4. Available on: https://www.thelancet.com/journals/lanres/article/PIIS2213-2600(20)30117- X/fulltext?fbclid=IwAR3uwqAqCwkRZag_aKCdX9HBDbVqqeWe8nT7xuP4VXyzk41Dz3POi 4QmGpE Huang C, Wang Y, Li X, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020 Retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31986264/ Kementerian Kesehatan RI. 2019. HTTS 2019: Jangan Biarkan Rokok Merenggut Napas Kita. Retrieved from https://www.kemkes.go.id/article/view/19071100001/htts-2019-jangan-biarkan- rokok-merenggut-napas-kita.html Leung, J. M., Yang, C. X., Tam, A., Shaipanich, T., Hackett, T. L., Singhera, G. K., ... & Sin, D. D. (2020). ACE-2 expression in the small airway epithelia of smokers and COPD patients: implications for COVID-19. European Respiratory Journal, 55(5). Lippi, G., & Henry, B. M. (2020). Active smoking is not associated with severity of coronavirus disease 2019 (COVID-19). European journal of internal medicine. Liu W, Tao ZW, Lei W, et al. Analysis of factors associated with disease outcomes in hospitalised patients with 2019 novel coronavirus disease. Chin Med J. 2020 Retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32118640/ Liu W, Tao ZW, Wang L, Yuan ML, Liu K, Zhou L, Wei S, Deng Y, Liu J, Liu HG, Ming Y, Hu Y. Analysis of factors associated with disease outcomes in hospitalized patients with 2019 novel coronavirus disease. Chin Med J 2020;133:1032–1038. doi: 10.1097/ CM9.0000000000000775. Available on https://journals.lww.com/cmj/Fulltext/2020/05050/Analysis_of_factors_associated_with_disease .5.aspx Meo SA. Int. J. Environ. Res. Public Health 2014, 11, 9638–9648.
Smoking and COVID-19. World Health Organization. 2020. Retrieved from https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/smoking-and-covid-19
The Novel Coronavirus Pneumonia Emergency Response Epidemiology Team, “The Epidemiological Characteristics of an Outbreakof 2019 Novel Coronavirus Diseases(COVID-
19) - China, 2020,” China CDC Weekly, vol. 2, no. 8, 2020.
Tobacco Advisory Group of the Royal College of Physicians. Nicotine addiction in Britain. London: Royal College of Physicians of London, 2000. www.rcplondon.ac.uk/pubs/books/nicotine/ index.htm
Tobin, Nancy H. 2001. Rokok dan Kesehatan Respirasi. Warta Rokok dan Kesehatan. Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia. Retrieved from https://www.klikpdpi.com/jurnal- warta/rokok/rokok-kes-03.html
U.S. Department of Health and Human Services, Centres for Disease Control and Prevention, National Centre for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health, The health consequences of smoking: 50 years of progress - A report by the Surgeon General, Atlanta, 2014.
Wang, J.; Lou, Q.; Chen, R.; Chen, T.; Li, J. Susceptibility Analysis of COVID-19 in Smokers Based on ACE2. Preprints 2020.
World Health Organization, Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), 14-20 February 2020., 2020.
World Health Organization. Tobacco and waterpipe use increases the risk of suffering from COVID-19. 2020. http://www.emro.who.int/fr/tfi/know-the-truth/tobacco-and-waterpipe-users- are-at-increased-risk-of-covid-19-infection.html
Zhang JJ, Dong X, Cao YY, et al. Clinical characteristics of 140 patients infected by SARS- CoV-2 in Wuhan, China. Allergy.2020 Retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32077115/
Zhou F, Yu T, Du R, et al. Clinical course and risk factors for mortality of adult inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort study. Lancet. 2020 Retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32171076/
Zhou F, Yu T, Ronghui D, et al. Clinical course and risk factors for mortality of adult inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort study. Lancet; published online March 2020. DOI: 10.1016/S0140- 6736(20)30566-3.
टिप्पणियां