BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus SARS-CoV-2 telah menyebar ke 68 negara, termasuk Indonesia. Perusahaan farmasi di berbagai belahan dunia berlomba-lomba untuk membuat obat serta vaksin penyakit Covid-19. Per 2 Maret 2020, virus SARS-CoV-2 telah menyebar ke 68 negara dengan 89.212 orang terinfeksi. Sebanyak 3.048 orang meninggal dunia akibat virus ini. Hingga kini penularan virus Covid-19 masih terus terjadi. Upaya pencegahan dan pengobatan COVID-19 diupayakan dengan berbagai pendekatan. Pada pandemi COVID-19 saat ini para tenaga kesehatn,, para pembuat kebijakan, hingga masyarakat luas bekerja keras menghadapinya, mulai dari penanganan medis, hingga pertemuanantar negara via daring, seperti Foreign Policy and Global Health (FPGH) yang terdiri dari 7 negara: Brasil, Perancis, Indonesia, Norwegia, Senegal, Afrika Selatan dan Thailand. Pertamuan tersebut berlangsung secara virtual di sela World Health Assembly (WHA) ke-73. Pertemuan virtual FPGH membahas 2 tema yaitu kerjasama penanganan COVID-19 dan affordable health care for all. Keduanya berfokus pada komitmen negara-negara FPGH untuk meningkatkan solidaritas dan kerja sama internasional dalam kesiapsiagaan dan respon mengatasi pandemi COVID-19.
Saat ini memang belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik. Meskipun demikian, perlahan namun pasti, terdapat banyak perkembangan dalam penanganan kasus COVID-19, baik di Indonesia maupun dunia
B. Tujuan Penulisan
1. Mengkaji perkembangan penanganan COVID-19 yang sudah dilakukan di Indonesia dan dunia.
2. Mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar turut bekerja secara sinergis dalam upaya penanganan COVID-19
BAB II
ISI
A. Perkembangan Penanganan Covid-19 di Indonesia
Beberapa penanganan yang dilakukan oleh Indonesia dalam menangani covid-19
· Ventilator Lokal Berhasil Diproduksi
Ventilator merupakan alat yang penting untuk menangani pasien virus corona, khususnya yang parah atau kritis. Selama ini diketahui bahwa rumah sakit di Indonesia masih mengalami keterbatasan alat, termasuk ventilator. pembuatan ventilator lokal buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Pindad. Terlebih lagi, ventilator tersebut telah dikonfirmasi lulus uji produk dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan. Ventilator buatan PT DI merupakan kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan diberi nama Ventilator Indonesia (Vent-I). Vent-I ditujukan bagi pasien yang masih mampu bernapas sendiri, sementara ventilator PT Pindad akan ditujukan bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas. PT DI mampu memproduksi 500 unit ventilator portabel per minggunya, sedangkan PT Pindad bisa memproduksi 40 unit per minggunya.
· Reagen PCR
Reagen adalah zat atau senyawa yang dibutuhkan untuk melakukan proses tes swab dengan metode PCR, Reagen tersebut didatangkan langsung dari Korea Selatan dan China. Menurut rencana, reagen tersebut akan dikirimkan ke 22 provinsi untuk digunakan di 51 laboratorium. Beberapa daerah yang telah kehabisan reagen pun akan segera mendapatkannya kembali, kemudian bisa segera digunakan untuk pemerikasaan. selama ini Indonesia memang masih mengimpor reagen dari beberapa negara untuk mencukupi kebutuhan. Tetapi karna banyaknya keterbatasan pemerintah telah bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi untuk menyiapkan reagen produksi lokal.
· PCR (Polymerase Chain Reaction)
Metode PCR dapat menemukan partikel virus pada tubuh setiap individu dan menempatkan urutan gen Coronavirus tertentu. Metode PCR dilakukan oleh para petugas kesehatan dengan menyeka bagian hidung atau belakang tenggorokan. Hal ini sebagai upaya untuk mengambil sampel air liur, atau mengumpulkan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah. Pemeriksaan PCR membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasil karena hanya dapat dilakukan di laboratorium yang sudah ditunjuk pemerintah.
· Mesin TCM
Pemeriksaan pada TCM dilakukan dengan menggunakan dahak dengan amplifikasi asam nukleat berbasis cartridge. Tes ini akan mengidentifikasi RNA pada virus corona pada mesin yang menggunakan cartridge khusus yang bisa mendeteksi virus corona. Hasil tes TCM ini dapat diketahui dalam waktu kurang dari dua jam, untuk menentukan pasien positif maupun negative.
Mesin Tes Cepat Molekuler untuk TBC (TCM-TB) sudah bisa digunakan untuk pemeriksaan Covid-19. Pemerintah telah mendatangkan 1.500 cartridge khusus Covid-19 itu dan sudah di distribusikan ke daerah. “Ini adalah bagian dari upaya kita untuk meningkatkan pemeriksaan lebih banyak, lebih masif, dan nantinya akan disertai dengan isolasi yang lebih ketat Pemeriksaan Covid-19 dengan menggunakan mesin TCM-TB diprioritaskan bagi pasien dalam pengawasan agar bisa cepat ditentukan statusnya positif atau negatif. dr. Achmad menjelaskan apabila hasilnya konfirmasi positif maka ada dua hal yang harus dilaksanakan. Pertama isolasi ketat disertai layanan kesehatan yang komprehensif, kedua penanganan dalam rangka kontak tracing. “Oleh karena itu, ini (pemeriksaan dengan mesin TCM-TB) yang perlu dilakukan dalam kaitan melaksanakan pemeriksaan secara masif,” ujarnya.
Beberapa Produk Buatan Dalam Negeri Mengenai Percepatan Penanganan COVID-19
1. Rapid Test Kit
2. PCR Test Kit
3. Emergency Ventilator
4. Imunomodulator Herbal
5. Plasma Convalesence
6. Mobile LabBio Safety Level (BSL) 2
7. Sistem Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi COVID-19
8. Autonomous UVC Mobile Robot
9. Powered Air Purifying.
Nama-nama di atas merupakan 9 produk buatan dalam negeri hasil riset, teknologi, dan inovasi yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo untuk percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia yang diumumkan melalui video conference, Rabu (20/5).
1. Rapid Test Kit
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkapkan alat test diagnosis cepat buatan Indonesia sedang masuk dalam tahap validasi dan menargetkan akan diluncurkan dan didistribusikan pada akhir Juni 2020. Harga diperkirakan sekitar Rp75.000 per test kit dan harga ini jauh lebih murah disbanding dengan test kit impor yang mencapai Rp200.000 per satuannya.
Test diagnosis cepat buatan Indonesia memiliki kelebihan, yaitu lebih sensitive dan spesifik dalam mendeteksi virus corona disbandingkan tet kit impor.
2. PCR Test Kit
Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) diproduksi Indonesiasebanyak 100.000 kit sampai akhir Mei 2020 dan akan didistribusikan kepada laboratorium yang berada di 45 lokasi. RT-PCR memiliki keunggulan, yakni spesifikasifitas hamper 100 % untuk mendeteksi COVI-19.
3. Emergency Ventilator
Ventilator buatan UI yaitu Covent-20 telah dinyatakan lulus uji klinis manusia untuk mode ventilasi Continous Mandatory Ventilation (CMV) dan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) dari Kementerian Kesehatan, pada Senin (15/6/2020).
Penemuan terbaru oleh BPPT pada bulan Juni adalah Vaksin COVID-19 Made in RI dan penemuan kombinasi obat COVID-19 oleh UNAIR. Penemuan kombinasi obat COVID-19 UNAIR masih perlu uji klinis agar dapat di digunakan secara luas. Tim peneliti UNAIR sebelumnya menemukan lima regimen kombinasi obat yang disebut bisa mengobati virus Covid-19. Lima kombinasi regimen itu berasal dari obat-obatan yang beredar di pasaran. Kelima regimen kombinasi itu yakni lopinavir/ritonavir dengan azithromicyne, lopinavir/ritonavir dengan doxycycline, lopinavir/ritonavir dengan chlaritromycine, hydroxychloroquine dengan azithromicyne, hydroxychloroquine dengan doxycycline. Penggunaan lima regimen kombinasi obat itu diklaim terjamin dan aman digunakan, lantaran berbahan dari obat yang telah lolos uji klinis fase 3 dan terdaftar di BPOM.
Sedangkan untuk jenis stem cell yang diteliti untuk potensi sebagai antiviral pada Covid-19 ini yaitu HSCs (Haematopetics Stem Cells) dan NK (Natural Killer) Cells. Setelah diteliti potensinya dan efektivitasnya dengan uji tantang pada virus isolat Indonesia ini maka untuk HSCs yg diambil dari darah dibiakkan 3-4 Hari, didapatkan hasil setelah 24 jam virus menjadi tidak terdeteksi.
Kemudian untuk NK cells, bahannya diambil dari Pheriperal blood mononucleated cells yang dikendalikan selama 7-14 hari di laboratorium sel punca. Setelah 72 jam, NK cells melakukan inaktivasi sebagian besar virus sehingga bisa direkomendasikan untuk preventif (pencegahan) dan juga pengobatan. Pengaturan untuk upaya preventif dengan NK cells bisa bertahan kurang lebih 4 bulan dan itu sangat biologis karena bisa diambil dari dari darah pasien itu sendiri.
B. Perkembangan Penanganan Covid-19 di Dunia
Who sedang merencanakan uji klinis tidak tersamar dan multinasional terkait covid-19 bernama solidarity. Uji tersebut akan membuat empat kelompok, yaitu Kelompok lpv/r dan ifn-beta, kelompok lpv/r, kelompok Clq atau hcq, dan kelompok remdesivir. Daftar uji klinis yang sedang berlangsung dapat dilihat pada lampiran.
Berikut adalah obat-obat yang diduga dapat bermanfaat untuk covid-19:
1. Lopinavir/ritonavir (lpv/r)
Chu, dkk. menunjukkan kombinasi rbv dan lpv/r menurunkan angka kematian ards pada sars-cov dibandingkan rbv pada hari ke-21 pasca onset gejala. Kemudian, cao, dkk melakukan uji klinis tak tersamar pada 199 subjek untuk menilai lpv/r dibandingkan pelayanan standar pada pasien covid-19. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu perbaikan klinis. Pada penilaian mortalitas 28-hari didapatkan angka yang lebih rendah pada kelompok lpv/r (19.2% vs 25.0%).Baden, dkk. berpendapat bahwa lpv/r memiliki kemampuan inhibisi replikasi, bukan supresi jumlah virus. Oleh karena itu, mereka mengusulkan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menyimpulkan efektivitasnya.
2. Remdesvir (rdv)
Remdesivir adalah obat antivirus spektrum luas yang telah digunakan secara luas untuk virus rna, termasuk Mers/sars-cov, penelitian in vitro menunjukkan obat ini dapat menginhibisi infeksi virus secara efektif. Uji Klinis fase 3 acak tersamar terkontrol plasebo pada pasien Covid-19 telah dimulai di china. Studi ini membandingkan remdesivir dosis awal 200 mg diteruskan dosis 100 mg pada 9 hari dan terapi rutin (grup intervensi) dengan Plasebo dosis sama dan terapi rutin (grup kontrol). Uji Klinis ini diharapkan selesai pada april 2020.89 obat ini juga masuk dalam uji klinis solidarity.
3. Klorokuin (cq/clq) dan hidroksiklorokuin (hcq)
Klorokuin, obat antimalaria dan autoimun, diketahui dapat menghambat infeksi virus dengan meningkatkan ph Endosomal dan berinteraksi dengan reseptor sars-cov. Efektivitas obat ini semakin baik karena memiliki aktivitas Immunomodulator yang memperkuat efek antivirus. Selain itu, klorokuin didistribusi secara baik di dalam tubuh, termasuk paru. Yao, dkk mengajukan hcq sebagai alternatif klorokuin. Studi in vitro tersebut menelaah efektivitas kedua obat. Hasil studi menunjukkan hcq lebih baik dalam pengobatan yang dibuktikan dengan nilai ec50 yang lebih rendah (0.72 vs 5.47 μm). Selain itu, hcq lebih ditoleransi. Penelitian pada manusia direkomendasikan dengan dosis anjuran yang memiliki potensi tiga kali lipat dibandingkan klorokuin, yaitu hidroklorokuin 400 mg dua kali sehari sebagai dosis awal dilanjutkan 200 mg dua kali sehari selama 4 hari sebagai dosis lanjutan.
Uji klinis tak tersamar tanpa acak yang dilaporkan Gautret, dkk. meneliti efektivitas hcq terhadap jumlah Virus sars-cov-2 yang dilakukan evaluasi setiap harinya sampai 6 hari pasca perekrutan. Total sampel 42 dengan rincian 26 masuk kelompok hcq. Dari 20 kelompok Hcq, enam diantaranya mendapat azitromisin sebagai profilaksis bakteri. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna kadar virus pada kelompok hcq dan kelompok dengan tambahan azitromisin menunjukkan supresi virus sebanyak 100% dibandingkan kelompok Hcq. Hasil yang menjanjikan ini dapat menjadi landasan penggunaan hcq sebagai pengobatan covid-19. Namun, hasil ini perlu diwaspadai juga karena 6 dari pengguna hcq Lost to follow-up dan tidak dianalisis (termasuk 1 meninggal dan 3 dipindahkan ke perawatan intensif). Perlu juga diperhatikan interaksi obat hcq dan azitromisin, karena penggunaan bersama dapat menyebabkan pemanjangan gelombang qt.
4. Favipiravir (favi)
Favipiravir merupakan obat baru golongan inhibitor Rna-dependent rna polymerase (rdrp) yang dapat menghambat aktivitas polimerasi rna. Hasil penelitian sementara di china menunjukkan bahwa favipiravir lebih poten dibandingkan lpv/r dan tidak terdapat perbedaan signifikan reaksi efek samping. Studi uji klinis tanpa acak tak tersamar menunjukkan favipiravir lebih baik dalam Median waktu bersihan virus dibandingkan lpv/r (4 hari Vs 11 hari). Selain itu, favipiravir juga lebih baik dalam perbaikan gambaran ct scan dan kejadian lebih sedikit efek samping.
5. Umifenovir (arbidol®)
Obat antivirus ini merupakan terapi rutin pada kasus Influenza yang telah diketahui kemampuan inhibisinya pada sars-cov-2 berdasarkan penelitian in vitro. Chen, dkk telah melakukan komparasi lpv/r dan umifenovir pada tatalaksana covid-19, dan menemukan tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbaikan gejala atau kadar virus.
6. Oseltamivir
1.099 Pasien di china, 393 (35.8%) diberikan oseltamivir dan 36 di antaranya masuk icu, menggunakan ventilator atau meninggal. Studi ini tidak melanjutkan dengan analisis sehingga tidak dapat disimpulkan manfaat dari Oseltamivir. penelitian in vitro menunjukkan bahwa kelompok inhibitor neuraminidase tidak memiliki aktivitas antivirus pada coronavirus.
7. Interferon-α (ifn-α)
Ifn-α terbukti menghambat produksi sars-cov Secara in vitro. Uji klinis penggunaannya sedang berlangsung.
8. Tocilizumab (inhibitor reseptor il-6)
Obat ini telah dicoba pada 21 pasien COVID-19 berat atau kritis di China dalam studi observasi. Tocilizumab digunakan bersamaan dengan terapi standar lainnya, yaitu lpv/r dan metilprednisolon. Dilaporkan bahwa demam pada semua pasien hilang dalam satu hari setelah mendapatkan tocilizumab, diikuti dengan perbaikan klinis dan radiologis. Demikan juga dengan kadar crp, kebutuhan dan saturasi oksigennya. Laporan ini tentunya menjanjikan, tetapi perlu disikapi dengan cermat karena studi masih dalam skala kecil dan tidak ada kelompok pembanding.
9. Meplazumab/antibodi anti-cd147
Antibodi anti-cd147 diketahui mampu menghambat kemotaksis sel t yang diinduksi cypa dan berdampak berkurang inflamasi. Selain itu, antibodi ini juga dapat menghambat replikasi sars-cov-2 berdasarkan studi in Vitro yang membuat pengetahuan baru, ada kemungkinan Virus masuk melalui reseptor cd147 menunjukkan penambahan meplazumab mempercepat waktu rawat, perbaikan klinis dan bersihan virus.
10. Nitazoxanide
Wang, dkk. Melakukan uji in vitro guna mengetahui efektivitas nitazoxanide. Obat antiprotoza ini diketahui memiliki potensi antivirus karena dapat menghambat Sars-cov-2 (ec50=2.12 µm) dengan meningkatkan regulasi mekanisma antivirus bawaan via amplifikasi jalur ifn tipe i dan sensing sitoplasmik rna. Dosis yang diajukan 600 mg, 2 kali sehari atau 500 mg, 3 kali sehari selama 7 hari.
11. Direct-acting antiviral (DAA)
Sofosbuvir, salah satu obat daa yang biasanya digunakan untuk terapi hcv, diketahui memiliki kemampuan untuk menempel pada tempat aktif rdrp, bersaing dengan nukleotida fisiologis. Efilky melakukan uji genetik untuk melihat kekuatan afinitas sofosbuvir dan obat lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa sofosbuvir memiliki afinitas yang kuat terhadap covid-19 dan sarsCov dan atas dasar ini sofosbuvir berpotensi sebagai Antivirus sars-cov-2.
12. Imunoglobulin intravena (ivig)
Cao w, dkk. melaporkan serial kasus covid-19 yang menambahkan ivig (dosis 0,3-0,5 g/kgbb) selama lima hari pada terapi standar. Seluruh pasien yang diberikan merupakan pasien kategori berat. Hasil terapi menunjukkan terdapat percepatan perbaikan klinis demam dan sesak napas serta perbaikan secara ct-scan.
13. Obat lain
Obat lain yang sedang dalam uji klinis dan berpotensi dalam penanganan sars-cov-2 adalah darunavir, type ii Transmembrane serine protease inhibitor (tmspss2) dan Bcr-abl kinase inhibitor imatinib. Darunavir terbukti Menghambat replikasi virus pada penelitian in vitro. Tmpspss2 bekerja dengan menghambat jalur masuk virus dan imatinib menghambat fusi virus dengan membran Endosomal namun untuk dua obat ini belum terdapat penggunaan obat-obatan secara bersamaan harus diperhatikan karena interaksi satu sama lain. Lopinavir/ Ritonavir menyebabkan peningkatan konsentrasi klorokuin atau hcq. Tidak diperbolehkan mengombinasikan klorokuin dan hcq karena efek samping jantung berupa pemanjangan qt atau interval pr. Oleh karena itu, setiap pemberian klorokuin atau hcq perlu dilakukan pemantauan elektrokardiografi secara berkala. Oseltamivir diketahui tidak memiliki interaksi dengan obat covid-19 lainnya. Penggunaan bersamaan dengan metotreksat harus berhati-hati karena meningkatkan efek samping. Penggunaan bersama dengan klopidogrel dapat menurunkan kadar oseltamivir dalam darah. Interaksi minor terjadi pada penggunaan bersama dengan Probenecid dan warfarin.
DAFTAR PUSTAKA
Perkembangan Terkini Penelitian Obat COVID-19 oleh Peneliti Indonesia
Retrieved from
https://kesehatan.kontan.co.id/news/ini-perkembangan-terkini-penelitian-obat-covid-19-oleh-peneliti-indonesia?page=3
Mesin TCM-TB Untuk COVID-19 Sudah Bisa Digunakan
Retrieved from
Presiden Jokowi Luncurkan Produk Inovasi Percepatan Penanganan COVID-10
Retrieved from
https://www.ristekbrin.go.id/uncategorized/di-hari-kebangkitan-nasional-presiden-jokowi-luncurkan-produk-inovasi-percepatan-penanganan-covid-19/
Kajian Farmakoterapi Pengobatan COVID-19
Retrieved from
https://farmasetika.com/2020/04/04/kajian-farmakoterapi-pengobatan-covid-19-favipiravir-klorokuin-oseltamivir/
Komentáře